Ketua Umum JMHI Desak KPK Usut Dugaan Penyimpangan DAK Rp. 39 Miliar di Enrekang

Foto/Ist

REDAKSI INDONESIA – Ketua Umum Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) kembali menyampaikan pandangannya mengenai dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp. 39 miliar di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

Wiranto, putra asli Kabupaten Enrekang yang saat ini menjabat sebagai Bendahara Umum PB IKAMI Sulsel, sangat menyayangkan keputusan Kejaksaan Tinggi Sulsel yang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus tersebut.

“Pada Selasa, 27 Agustus 2019, Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp. 39 miliar di Kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan dan sudah mengantongi nama untuk dijadikan tersangka. Namun pada 2021, muncul isu bahwa Kejaksaan Tinggi Sulsel mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus tersebut,” ungkap Wiranto kepada media.

Dana Alokasi Khusus (DAK) tersebut seharusnya digunakan untuk membiayai proyek pembangunan bendungan jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel. Namun, berdasarkan temuan di lapangan, anggaran tersebut malah dialokasikan ke proyek yang berbeda.

“Itu sudah jelas pelanggarannya, proyek yang diduga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, anggarannya dialokasikan untuk pembangunan bendungan malah dialokasikan ke proyek lain. Kenapa harus di SP3-kan? Jangan sampai masyarakat menilai bahwa di balik itu semua ada kongkalikong atau permainan,” tegas Wiranto.

Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) berharap agar kasus tersebut segera terungkap dan dalang intelektualnya diadili.

Bacaan Lainnya
ri

“Kami mendesak KPK RI atau Kejaksaan Agung untuk mengambil alih kasus dugaan penyimpangan anggaran tersebut. Menurut kami, ada kejanggalan di balik Surat Perintah Penghentian Penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel pada 2021 lalu,” lanjut Wiranto.

Saat ditanya mengenai langkah selanjutnya, Wiranto menegaskan bahwa mereka akan menggerakkan ratusan bahkan ribuan massa aksi jika KPK atau Kejaksaan Agung RI tidak mengambil alih atau mendiamkan kasus tersebut.

“Di Kabupaten Enrekang sudah banyak kasus korupsi yang diungkap, seperti korupsi RS Pratama Enrekang, korupsi gaji honorer, korupsi pengadaan bibit kopi, dan lain sebagainya. Ada apa dengan kasus DAK ini? Apakah penegak hukum takut atau mungkin ada kongkalikong di balik kasus itu?” tutup Wiranto. (*)

Pos terkait