Dinilai Tak Berpihak Pada Masyarakat, KAMTI Desak Pemerintah Evaluasi Sistem Bayar Tol Tanpa Henti MLFF

Koalisi Masyarakat Peduli Tol Indonesia (KAMTI) saat konferensi pers di Jakarta, Minggu (10/12/2023).

REDAKSI INDONESIA – Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Tol Indonesia (KAMTI) menggelar konferensi pers soal rencana pemerintah menerapkan sistem pembayaran Tol Eletronik, bertempat di Wingkey Coffee dan Kitchen, Tebet, Jakarta Selatan, pada Minggu 10/12/2023.

Adapun organisasi yang hadir dalam konferensi pers yang dilakukan oleh KAMTI diantaranya, La Ode Risman, Ketua Umum Koalisi Advokat Muda Indonesia (KAMDI), Imam Budi, Ketu Umum Komite Mahasiswa Nasional Indonesia (Komnas Indonesia), Syahrul RM, Koordinator KAMTI dan juga Kornas Jaringan Aktivis Transparansi dan Keadilan Nasional (Jatken).

Menurut Koordinator KAMTI, Syahrul RM, meminta pemerintah harus mengevaluasi dan membatalkan rencana implementasi sistem pembayaran Tol Elektronik berbasis Multilane Free Flow (MLFF) dengan penerapan teknologi deteksi satelit (GNSS).

“KAMTI meminta pemerintah membatalkan rencana implementasi sistem pembayaran Tol Eletronik Berbasis Multilane Free Flow (MLFF), dengan penerapan teknologi deteksi satelit (GNSS),” ucap Syahrul.

Tidak hanya itu, penerapan Tol Elektronik berbasis Multilane Free Flow (MLFF) yang dikembangkan oleh PT. Roatex Indonesia Tol System (RITS) asal Hungaria yang akan beroperasi di Indonesia, dinilai tidak berpihak pada masyarakat karena menguntungkan perusahaan asing.

“Sudah tiga kali melakukan penundaan penerapan sistem Tol Eletronik atau MLFF, artinya sistem ini penuh ketidak pastian. Karena tidak ada penjelasan yang pasti, kami menduga penundaan ini disebabkan oleh teknologi yang memang tidak pernah siap dan tidak sesuai untuk diimplementasikan di Indonesia,” terangnya.

Bacaan Lainnya
ri

Hal ini jelas merugikan masyarakat, terutama pengguna jalan tol, merusak citra Pemerintah Presiden Jokowi, merugikan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai pengembang dan investor jalan Tol.

Ia juga mempertanyakan sejauh mana Pemerintah mengkaji dan mendalami, bahwa penerapan sistem MLFF (teknologi) tidak bergantung sepenuhnya kepada teknogi asing, dalam hal ini Hungaria. Apakah pemerintah, dalam Perjanjian Kerja Sama dengan BUP, telah menetapkan skema alih teknologi, dengan melibatkan ahli-ahli dalam negeri. Sehingga pada saatnya operasional, system ini tidak lagi tergantung kepada vedor dari Hungaria.

“Kami memiliki kekhawatiran serius terkait dengan aspek alih teknologi dalam penerapan sistem ini. Belum jelasnya kepemilikan dan kontrol teknologi ini dapat menciptakan ketergantungan yang signifikan pada pihak asing. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi kepentingan nasional,” ujarnya.

Kemudian, berdasarkan pengamatan KAMTI, bahwa ekosistem infrastruktur pendukung, seperti satelit dan jaringan komunikasi belum siap untuk mendukung implementasi teknologi secara luas. Ini dapat menciptakan hambatan teknis dan operasional yang signifikan.

“Risiko yang signifikan terkait dengan ketidaksiapan ekosistem penunjang saat ini sudah menyebabkan penundaan implementasi, biaya tambahan, dan ketidakpastian terkait keberlanjutan proyek,” katanya.

Disisi lain, Pemerintah bersama Badan Usaha Pelaksana (BUP) dan PT. Roatex Indonesia Tol System (RITS) menjanjikan bahwa, sistem ini akan memudahkan masyarakat penggunakan jalan Tol, menjamin dan meningkatkan efisiensi penerimaan BUJT, mengurangi kemacetan dipintu Tol, serta mengurang polusi dan mengefisienkan pemakaian energi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *