Tim Hukum Merah Putih: KPU Sudah Tepat Jalankan Putusan MK

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI).

“Atas dasar keberlakuan itu, maka KPU harus tunduk kepada UU dalam rangka pelaksanaannya dari putusan MK,” jelas Suhadi

 

REDAKSI INDONESIA – Ketua Tim Hukum Merah Putih C Suhadi menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara hukum bukan tanpa dasar menerima pendaftaran Capres-Cawapres Prabowo-Gibran setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 Tahun 2023.

“Dengan tambahan asal sudah pernah menjadi Kepala Daerah, Anggota DPR atau DPD, KPU sesuai dengan tupoksinya menjalankan putusan MK. Sedangkan putusan MK mempunyai karakteristik yang berbeda dari Perkara lainnya seperti tidak adanya banding, kasasi atau PK. Putusan seketika final dan mengikat, final and binding,” kata C Suhadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (01/11/2023).

Ketentuan tidak ada upaya hukum dan atau final and binding atau pertama dan terakhir, imbuhnya, diatur dalam pasal 10 ayat 1 uu MK Nomor 11 Tahun 2003.

Terkait kepada aturan itu, maka putusan MK bukan hanya final and binding namun akibatnya mengikat kepada instansi terkait dalam hal ini Pemerintah, DPR dan lain-lain.

Bacaan Lainnya
ri

“Atas dasar keberlakuan itu, maka KPU harus tunduk kepada UU dalam rangka pelaksanaannya dari putusan MK,” jelas Suhadi yang merupakan advokat senior ini.

Lewat amar putusan itu, menurutnya, terkait bunyi pasal 169 huruf q sudah tidak mengikat lagi sepanjang menyangkut batas usia dengan tambahan asal sudah pernah menduduki jabatan publik.

Dalam hukum, putusan MK dimaknai sebagai peraturan baru terkait batas usia, maka berlaku azas hukum, lex posterior legi priori, yang berarti peraturan baru menghapus peraturan yang lama.

Mengenai alasan KPU tidak terlebih dahulu meminta pendapat kepada DPR, papar Suhadi, tentunya punya alasan yang kuat.

Pertama DPR sedang reses sedangkan KPU telah memberi batas penutupan Pendaftaran tanggal, 25 Oktober 2023. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan mengingat keputusan MK dalam Perkara Nomor 90 Tahun 2023 sudah final dan mengikat, oleh karenanya tidak ada alasan untuk tidak dijalankan.

Diterangkan, menurut hukum, PKPU adalah sebuah produk peraturan bukan produk UU. Sehingga keberadaannya tidak boleh mengalahkan putusan MK yang memaknai UU Nomor 7 Tahun 2017 pada pasal 169 huruf q.

Karena menurut azas hukum sebuah peraturan tidak boleh mengalahkan peraturan di atas atau dikenal azas lex superior derogate legi inferior.

Terkait masalah hirarki atau urutan kedudukan hukum diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 13 tahun 2022, pada pasal 7 ayat 1 huruf a s/d g.

“Di dalam ayat 2 dikatakan, kekuatan hukum peraturan perundang undangan sesuai dengan hirarki sebagaimana penjelasan pasal 1 di atas,” urai Suhadi.

Sehingga dengan merujuk kepada alasan alasan hukum di atas, tegas Suhadi, justru apabila KPU tidak menjalankan Putusan MK, maka secara hukum KPU masuk dalam perbuatan melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1365 KUH Perdata.

“Namun dengan menjalankan isi putusan, maka KPU adalah sebagai pihak yang taat hukum dan taat azas,” pungkas Suhadi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *