Perseteruan di Media Massa, Media Sosial, “Kok Makin Ngetrend?”

Dok/Nazwar

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
Penulis Lepas Yogyakarta

REDAKSI INDONESIA – Perseteruan antar tokoh dari berbagai bidang dewasa ini kian marak. Tokoh agama: antara ustadz dengan latarbelakang pendidikan tertentu dengan Aktivis keagamaan. Politikus senior, melawan politikus praktis yang berusia lebih muda. Belum lagi, intelek akademik dengan ahli lapangan.

Perseteruan ini ramai seolah menjadi penghias berita di media massa. Meski sesungguhnya, terdapat persoalan negeri ini yang membutuhkan konsentrasi penuh bukan hanya penanganan, pembidanan , termasuk diharap langkah bukan hanya pemerintah dan media massa namun juga melibatkan rakyat semuanya.

Sebenarnya perseteruan yang terjadi di media massa sejatinya sejak lama sering kali terjadi. Namun seringnya adalah dari kalangan selebriti dan sedikit dari politikus. Perseteruan antar tokoh banyak diperankan oleh para artis ternama.

Seiring dengan perkembangan zaman, busa jadi terdapat pengaruh dari perkembangan teknologi berikut cara pikir masyarakat membuat perseteruan mereka dalam bentuk lebih banyak ragamnya.

Akses media yang semakin mudah, belum lagi media yang memang diperuntukkan sebagai fasilitas aktualisasi dan eksistensi masyarakat seperti sosial media, video “broadcast”/”streaming” atau media penyedia informasi semisal portal berita internet, laman penyedia konsultasi dan lain sebagainya.

Bacaan Lainnya
ri

Ungkapan “mencari panggung” akhirnya menemukan kebenarannya. Para pencari panggung tidak hanya menjadikannya bermanfaat seperti menggunakannya dengan mempertimbangkan unsur kemanfaatan serta membatasinya. Juga menghindari penggunaan lain ke arah negatif.

Jadilah mereka berseteru di sana dan disaksikan masyarakat sebagai ummat dari tokoh agamanya, sebagai warga dari tokoh politiknya atau sebagai murid dari para akademisi yang bahkan mengabaikan rambu-rambu masing-masing bidang dalam bermedia sosial.

Terkadang diakui, tidak semua materi yang diperseterukan mereka adalah layak menjadi bagian dari perbincangan publik. Tidak semua juga dari berbagai unsur masyarakat tersebut sebenarnya ikut mengambil pikir, atau terlibat mengomentari, atau sekedar memberi sedikit perhatian.

Tidak jarang dan tidak sedikit dari tanggapan masyarakat dikatakan bersifat apatis bahkan masa bodoh terhadap persoalan yang diperseterukan lantaran di antaranya terlampau jauh dari manfaat. Bahkan ada saja yang bersikap tidak ambil pusing dengan alasan yang sama, menghindari mudarat sekecil mungkin.

Beberapa bahan yang mengemuka di media massa, baik melalui jejaring sosial atau lainnya tidak jarang dapat berpotensi membawa mudarat bahkan memicu masalah di masyarakat. Tidak hanya terhadap isu internal negeri ini namun juga bisa dari luar/internasional.

Sebagai contoh beda pandangan dari Youtuber inisial MHG dengan Influencer B tentang persoalan Palestina. Keduanya memiliki pandangan terhadap sikap pemimpin Hamas yang berada di luar negeri Palestina padahal bangsanya sedang dalam kegentingan.

Keduanya “serang” dengan berbagai dalil, mulai dari pemikiran, pengalaman sampai pada pemahaman berupa akidah.
Meski terhadap beberapa kasus fenomena perseteruan terbuka melalui berbagai media tidak senantiasa berkaitan dengan eksistensi mereka secara negatif, pada sisi lain dapat saja ditemukan analisa bahwa mereka juga membicarakan hal-hal yang positif atau membawa pengaruh positif.

Sebagai fenomena baru, artinya kejadian berupa perseteruan di media massa sebagai kejadian yang tidak terdapat di masa lalu, setidaknya tidak seramai sekarang, maka penting untuk bersikap antipati terhadap materi yang diperseterukan.

Sebagai rakyat atau masyarakat yang terkategori, sebut saja awam perlu berhati-hati bahkan membentengi diri, baik dengan agama, ilmu atau lainnya. Terhadap pengaruh materi, cara atau busa jadi terhadap paham di belakangnya yang perlu disikapi secara antipati.

Adapun terhadap perilaku yang dirasa kuat melenceng untuk dapat dihindari atau untuk tidak diikuti bahkan bila perlu dijauhkan atau tidak melakukan sama sekali sebagaimana perseteruan yang justru mendatangkan mudarat dan tercela. Maka sudah barang tentu, memanfaatkan media sebagai sarana untuk memperoleh, atau menyebarkan berbagai kebaikan adalah pilihan terbaik, serta tidak menyalahgunakannya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *