Refleksi Idul Adha 1444 H: Tauhid Kepemimpinan Napak Tilas Perjalanan Nabi Ibrahim AS

Dr. H. Heri Solehudin Atmawidjaja.

Menjadi nahkoda kebenaran seringkali harus berhadapan dengan tembok kekuasaan yang sangat dahsyat dan mampu menguras emosi dan energi kita, akan tetapi kebenaran akan selalu mencari jalannya sendiri sesuai dengan kodratnya.

Hari ini kita dan seluruh ummat Islam di penjuru dunia merayakan Hari Raya Idul Adha atau yang sering kita kenal sebagai Hari Raya Idul Qurban. Syeikh Al-Mahlawi dalam Kitab Ayyamullah menyebutkan bahwa Hari Raya Idul Adha adalah bentuk rasa syukur, pembersih atas nikmat dan berbagi atas  kebahagiaan.  Peringatan Hari Raya Idul Adha terangkai dalam beberapa peristiwa penting  yang meliputi aspek teologis, sosiologis dan historis. Ketiganya terangkai  kuat dalam kisah perjalanan Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi  Ismail AS. Maka ajaran Idul Qurban juga disebut sebagai peristiwa napak tilas perjalanan sejarah dan ujian katauhidan yang termanifestasikan dalam wujud komitmen terhadap kebenaran dan ketaqwaan kepada Alloh SWT.

Dalam konteks saat ini Ibrahim adalah role model pemimpin yang patut kita teladani,  sikapnya yang sangat demokratis tergambar dari dialognya dengan Ismail ketika dia bermimpi untuk menyembelih putra kesayangannya, wahai anakku sesungguhnya aku bermimpu bahwa aku menyembelihmu (ya bunaya inni aroo filmanam qod atbahuka). Bagaimana menurut pendapatmu ?  Sebuah upaya dialogis yang sangat edukatif, meskipun dalam pandangan kita secara psikologis bisa saja memporak porandakan ikatan batin antara putra yang sangat dicintainya. Sebuah upaya dalam mencari solusi, bukan memaksakan kehendak, meskipun bertindak atas nama kebenaran, Ibrahim menggunakan dialog sebagai jalan terbaik.

Dalam konteks kepemimpinan Ibrahim telah meletakkan nilai-nilai kebenaran diatas segala-galanya, dia telah berkomitmen bahwa Alloh adalah kebenaran yang mutlak dan tidak ada keraguan padanya. Komitmen itulah yang diletakkan diatas kepentingan dan egonya tanpa dibatasi oleh ikatan emosional bahkan kedekatan biologis, termasuk dengan sang putra yang sangat dicintainya. Inilah keteladanan tertinggi yang harus terpatri dalam sanubari pemimpin, mendasarkan setiap ucapan dan tindakannya hanya berdasarkan kebenaran bukan pembenaran atau karena faktor dendam sehingga mencari-cari kesalahan orang lain yang tidak bersalah. Berlaku sok bijaksana terhadap orang-orang yang saat ini kebetulan sedang dekat dengannya tetapi pada saat yang sama berlaku dholim pada orang-orang yang berbeda pandangan dengannya saat ini.

Hari ini kita pantas untuk prihatin karena masih banyak sikap dan ciri pemimpin yang  antitesa terhadap sifat karakter dan kepribadian yang ditanamkan oleh Ibrahim, inilah yang harus dihindari karena bukan hanya membahayakan keutuhan bangsa dan negara, juga membahayakan rakyat yang dipimpin nya, selalu menggunakan alat-alat negara untuk memuaskan dendam politiknya bukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara yang dipimpinnya. Menjadikan hukum sebagai alat untuk menyandra dan memukul lawan lawan politiknya bukan sebagai instrumen untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, memberantas segala tindakan tidak terpuji yang dapat merugikan kepentingan bangsa dan negara naudzubillah min dhaalik.

Teguh Memegang Komitmen Kesepakatan

Bacaan Lainnya
ri

Pesan moral yang dapat kita teladani dari peristiwa ini juga dapat dilihat dari jawaban Nabi Ismail AS “Wahai ayahanda lakukanlah apa yang Alloh perintahkan kepadamu, insya alloh kau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Disini ada titik temu kesepahaman bersama antara  sang putra dengan anaknya bahwa tauhid telah membangun kesadaran yang tinggi sehingga melahirkan kesabaran tak terbatas meskipun berbagai godaan dan rayuan setan dating silih berganti, mereka tetap teguh dalam memegang komitmennya karena keyakinannya kepada Alloh SWT.

Ibrahim juga menjadi role model pemimpin yang bukan hanya mengajarkan cinta tanah air, tetapi mengajarkan bagaimana mendasarkan kecintaan kita terhadap tanah air yang memiliki dimensi transendental tertaut erat secara tauhid kepada Alloh SWT. Hal tersebut tercermin dari doa Nabi Ibrahim AS dalam surat Al-Baqarah 126. “Rabbij’al  haada baladan aaminan warzuq ahlahu minats tsamaraati man aamana minhum billaahi waly aumil aakhir” (Dan ingatlah, ketika Ibrahim berdoa : “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian)Kemudian Alloh SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim tersebut. Itulah yang dapat kita lihat hari ini mengapa Makkah menjadi kota, negara yang aman, subur, makmur dan selalu menjadi dambaan bagi setiap muslim untuk mengunjunginya.

Napak tilas perjalanan sejarah monumental yang memiliki dimensi teologis dan sosiologis ini dapat menjadi rujukan dalam menyelesaikan berbagai problematika sosial, keagamaan, hukum, politik, ekonomi dan lain sebagainya, sehingga segala persoalan yang ada mendapatkan titik temu dan terselesaikan dengan membawa kemaslahatan bersama. Hari ini komitmen adalah modal utama bagi seorang pemimpin, belajar dari setiap peristiwa sejarah adalah keharusan. Menjadi nahkoda kebenaran seringkali harus berhadapan dengan tembok kekuasaan yang sangat dahsyat dan mampu menguras emosi dan energi kita, akan tetapi kebenaran akan selalu mencari jalannya sendiri sesuai dengan kodratnya. Wallaahu A’lam.

Sambut hari penuh berkah, sucikan hati damaikan jiwa di hari yang penuh hikmat, Selamat Hari Raya Idul Adha 1444 H untuk saudaraku semua.

 

Penulis: Dr. H. Heri Solehudin Atmawidjaja (Pemerhati Sosial Politik dan Dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta, Wakil Ketua Forum Doktor Sospol UI, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Depok, Direktur Heri Solehudin Center).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *