Pancasila, Adanya Seperti Tidak Adanya (Wujuduhu Ka’adamihi)

Dr. Heri Solehudin Atmawidijaja.
Dr. Heri Solehudin Atmawidijaja.

REDAKSIINDONESIA.ID – Pancasila sejak dari kehadiranya hingga saat ini telah menjadi kesepakatan kolektif bangsa Indonesia, keberadaannya sebagai pemersatu bangsa sudah final dan mengikat karena bukan hanya sebagai dasar negara tapi juga telah menjadi kiblat dan cara pandang kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Itulah sumber kekuatan kita dalam menjaga dan sekaligus mewarisi harta tak ternilai dari perasan sumber kearifan lokal dan agama dalam pancasila.

Sehingga bangsa kita yang terdiri dari berbagai pulau dengan begitu banyak perbedaan baik suku, agama, ras, bahasa namun tetap dalam kesamaan tujuan yaitu mencapai cita-cita kemerdekaan.

Meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan perasan yang bersumber dari nilai-nilai agama termasuk didalamnya Al-Qur’an, akan tetapi Pancasila dan agama tidak dapat disatukan.

Keduanya juga tidak untuk dibanding-bandingkan, karena antara Pancasila dan agama memiliki peran yang berbeda, agama menjadi pemandu jalan dalam kehidupan manusia secara keseluruhan, sementara Pancasila menjadi pemandu kita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seiring dengan perjalanan waktu, Pancasila seringkali dijadikan alat kekuasaan dari era orde lama, orde baru, dan orde paska reformasi saat ini, sehingga atas nama Pancasila kekuasaan seringkali menggunakan Pancasila sebagai palu godam untuk menghantam lawan-lawan politiknya, dalam catatan sejarah telah banyak tokoh-tokoh politik yang disingkirkan dengan cara-cara seperti ini.

Bacaan Lainnya
ri

Bahkan akhir-akhir ini lebih parah karena Pancasila digunakan untuk menghantam masyarakat yang berbeda pandangan dengan pemerintah saat ini sehingga muncullah kelompok anti NKRI, Anti Pancasila, Radikal dan lain-lain.

Kita semua tentu menyadari bahwa tidak ada di negara ini yang anti terhadap Pancasila, maka jika berbeda pandangan dengan pemerintahan saat ini dituduh anti Pancasila maka seakan-akan pemerintah adalah Pancasila itu sendiri.

Sejak kapan orang yang berkuasa menjadi ideologi yang harus di terapkan pada seluruh masyarakat? Anehnya justru kita tidak mempertanyakan siapa yang paling bertanggungjawab untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila pada saat nilai-nilai Pancasila sudah banyak yang tercerabut dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

Persatuan telah dicabik-cabik oleh kekuatan kepentingan politik, gotong royong entah nilai-nilai luhur itu ada dimana sekarang, keadilan sudah merupakan barang mahal di negara ini, siapa yang paling bertanggungjawab terhadap semua ini?

Persatuan telah dicabik-cabik oleh kekuatan kepentingan politik, gotong royong entah nilai-nilai luhur itu ada dimana sekarang, keadilan sudah merupakan barang mahal di negara ini, siapa yang paling bertanggungjawab terhadap semua ini?

Kenapa hanya rakyat kecil yang selalu menjadi obyek kampanye pancasila seakan akan bahwa rakyat kecil tidak mengenal Pancasila, bukankah menghadirkan Pancasila itu kewajiban negara? Inilah yang disebut Wujuduhu Ka’adamihi (adanya seperti tidak adanya), wahai para pemimpin jujurlah pada hatimu!

Jika semua ini masih absen dan belum hadir dirasakan oleh masyarakat bangsa Indonesia, maka artinya Pancasila hanya kesepakatan sejarah yang tertuang dan hanya menjadi piagam sejarah, bukan pedoman dalam menjalankan tata kelola pemerintahan.

Sengkarut persoalan politik kebangsaan, yang ditandai dengan memanasnya tensi politik menjelang Pemilu Presiden 2024, karena turut campur tanganya Presiden dalam menyiapkan calon Presiden yang akan datang, sesuai dengan seleranya semakin menelanjangi istana bahwa ada masalah serius yang dihadapi bangsa ini, hingga Presiden sangat berkepentingan untuk mengamankan posisinya dengan cara menyiapkan penggantinya, hal yang tidak lazim dan sangat mencederai praktek demokrasi kita.

Bau tidak sedap pun keluar dari dapur istana, ada bangkai apa yang disembunyikan sehingga sebegitu bersemangatnya Presiden sibuk menyiapkan penggantinya daripada mikirin persoalan rakyat yang semakin tidak menentu.

Tentu bukan hanya soal mengamankan keberlangsungan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan, sebagaimana yang sering kita dengar tetapi ada faktor lain yang mendasarinya, inilah yang harus dijawab oleh istana saat ini.

Adanya indikasi menjegal calon Presiden tertentu yang tidak dikehendaki juga sekaligus menunjukkan bahwa bukan hanya prinsip-prinsip demokrasi yang dilanggar, akan tetapi juga tidak mencerminkan pemimpin yang berjiwa Pancasila.

Sebagai penutup tulisan ini marilah pada hari yang bersejarah dalam penentuan arah perjalanan bangsa ini kita merenung sejenak memberikan penghormatan kepada para founding father kita yang telah begitu hebatnya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara kita.

Sebagai generasi bangsa kita berkewajiban merawatnya, merawat persatuan, merawat kebhinekaan, serta melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Pancasila.

Pancasila memang bukan agama akan tetapi Pancasila harus inheren di dalam diri setiap generasi bangsa Indonesia. Selamat Hari Lahir Pancasila.

 

Penulis: Dr. H. Heri Solehudin Atmawidjaja (Pemerhati Sosial Politik dan Dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta, Wakil Ketua Forum Doktor Sospol Universitas Indonesia, Direktur Heri Solehudin Center, Wakil Ketua PDM Kota Depok).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *