MERAWAT INGATAN TRAGEDI KANJURUHAN

Redaksi Indonesia – Awal bulan Oktober 2022 menyisakan duka yang mendalam usai tragedi kerusuhan di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Sebuah tragedi kelam di sepak bola yang menelan korban jiwa terbesar ke dua dalam sejarah kerusuhan di Stadion Sepak Bola.

Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan 132 orang suporter sepak bola pascapertandingan tuan rumah Arema FC vs Persebayara Surabaya yang berakhir 2-3 pada tanggal 1 Oktober 2022 malam, menitipkan duka dan luka yang mendalam di hati masyarakat Indonesia, khususnya komunitas dan pecinta sepak bola. Betapa tidak, meskipun kerusuhan terjadi setelah pertandingan seperti ini sering terjadi, tetapi musibah di Kanjuruhan Malang merupakan tragedi paling tragis dalam sejarah sepak bola nasional yang dimana sepak bola Nasional sedang bangkit dan berkembang.

Secara global, Tragedi Kanjuruhan musibah mematikan ke-2 dari 15 tragedi sepak bola di dunia. Yang terparah terjadi pada kualifikasi olimiade di Peru 1964 antara tuan rumah dengan Argentina, yang menewaskan 318 orang.

Dokumentasi :  Aremania

Gas Air Mata

Kalimat ‘gas air mata’ tiba-tiba saja menjadi tranding di platform media online setelah banyak jatuhnya korban di Stadion Kanjuruhan Malang itu. Polisi melalui Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menampik, korban yang meninggal dalam kasus pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya itu bukan karena tembakan gas air mata. Lantas pertanyaan publik karena apa?

Mungkin dalam kasus Kanjuruhan, gas air mata dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab jatuhnya banyak korban yang meninggal. Pasalnya, mereka yang terkena gas air mata akan sulit melihat karena matanya perih, pedih, dan iritasi, sehingga berair dan sulit bernafas. Dalam suasana di tengah kekacauan yang ada akibat serangan gas air mata dan berusaha menyelamatkan diri tanpa. Mereka saling berdesakan dan bertabrakan dalam upaya menghindari kepungan asap. Suporter yang berada di tribun saling berebutan untuk keluar, sehingga pada terjatuh dan terinjak-injak oleh suporter yang lainnya, akibatnya banyak yang meninggal dunia. Hingga melahirkan sebuah tragedi sepak bola.

Bacaan Lainnya
ri

Tragedi ini pun menimbulkan perdebatan seputar aturan FIFA sebagai federasi Sepak Bola Internasional khususnya penggunaan gas air mata dalam stadion. Dalam dokumen “FIFA Stadion Safety and Security” terdapat larangan menggunakan gas air mata dalam stadion. Hal tersebut tertuang dalam pasal 19 nomor b tentang pitchside stewards, yang berbunyi “No fi rearms or crowd control gas shall be carried or used” (Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau ‘gas pengendali massa).

Hal ini seolah membenarkan anggapan terhadap pihak kepolisian yang mengesampingkan aturan FIFA dalam penggunaan gas air mata dengan tujuan mengamankan pertandingan sepak bola. Bahwasanya pada hal ini Feredrasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) tidak melakukan komunikasi yang sangat detail dalam pengamanan didalam maupun diluar stadion terhadap pihak kepolisian. Tragedi ini juga turut menunjukkan sikap represif aparat dalam menangani kerusuhan atau mengendalikan massa.

Pelanggaran HAM

Dalam hal ini Komnas HAM menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dikatakan, penggunaan gas air mata “secara berlebihan” menjadi satu dari tujuh pelanggaran HAM yang terjadi.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan pelanggaran HAM terjadi akibat tata kelola yang diselenggarakan “tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip dan norma keselamatan dan keamanan penyelengaraan sepak bola”. Komnas HAM menyimpulkan, selain pelanggaran kode etik, ditemukan juga adanya “pelanggaran tindak pidana” dalam tragedi Kanjuruhan. Oleh sebab itu, penting untuk melakukan penegakan hukum secara menyeluruh. Bahwa dapat dilihat panitia pelaksana pertandingan serta pihak keamanan lalai dalam menjaga keselamatan supporter sehingga terjadi banyak korban jiwa.

Menanti Keadilan

Sudah lima bulan semenjak peristiwa tragedi stadion Kanjuruhan Malang berlalu. Aparat penegak hukum, Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) telah menetapkan enam orang tersangka yang bertanggung jawab pada peristiwa yang merenggut ratusan jiwa nyawa manusia. Sejak 24 Oktober 2022 Polda telah menahan enam orang tersangka tersebut setelah memeriksa 93 saksi termasuk 11 saksi ahli, satu saksi pidana, delapan dari kedokteran, dan dua ahli dari laboratorium forensik.

Enam tersangka tersebut yakni Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achmadi.

Tiga tersangka, Akhmad Hadian Lukita, Abdul Haris, Suko Sutrisno dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 103 ayat 1 Jo Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Tersangka AKP Hasdarman, Kompol Wahyu SS, dan AKP Bambang Sidik Achmadi disangkakan dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP.

Akhmad Hadian Lukita selaku Eks Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB), telah dibebaskan terlebih dulu karena statusnya telah dicabut dari masa tahanan sementara dan status sebagai tersangka kejadian tragedi Kanjuruhan, Malang.

Pada kasus ini 2 tersangka yakni Abdul Haris dan Suko Sutrisno diputuskan bersalah, berdasarkan vonis hakim Pengadilan Negri (PN) Surabaya Abdul Haris dijatuhkan hukuman pidana 1 tahun 6 bulan sedangkan Suko Sutrisno dijatuhkan hukuman pidana 1 tahun. Dalam hukuman ini jauh berbeda dibandingkan vonis Jaksa Penuntut Umum yaitu 6 tahun 8 bulan.

Tiga tersangka lainnya yang berasal dari pihak kepolisian yaitu Komandan Kompi III Brimob Polda Jatikm AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Sampta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achamadi statusnya masih belum diketahui hingga saat ini.

Pada kasus tragedi ini pihak klub yakni Arema FC dapat dikatakan lupa atau “melupakan” peristiwa terserbut. Pihak klub dalam hal ini dikatakan kurang peduli atau simpati kepada para korban maupun supporter lainnya, yang lebih mementingkan eksistensi klub di Liga 1 Indonesia.

Sedangkan pada hal ini Suporter Arema sudah sering melakukan aksi dalam menuntut keadilan pasca tragedi baik di Kota Malang maupun di Jakarta. Arek-arek malang menyatakan sikap bahwa keadilan harus ditegakkan sedail-adilnya, bahkan jika ada dari pihak supporter yang terlibat dalam tanggung jawab dalam kasus tragedi Kanjuruhan, Malang silahkan diproses secara hukum.

Persatuan Suporter Untuk Keadilan

Semenjak kejadian yang merenggut banyaknya nyawa pada tragedi Kanjuruhan, Malang beberapa supporter di Indonesia menggalang aksi peduli akan peristiwa tersebut. Dapat dilihat seperti di Jakarta aksi dilakukan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat melakukan aksi doa Bersama dan menuntut keadilan. Tidak hanya di Jakarta yang melakukan aksi tersebut, tetapi di seluruh penjuru Indonesia juga melakukan aksi yang sama

Begitu pula saat Liga 1 Indonesia kembali bergulir setelah sempat diberhentikan, banyak suporter yang melakukan aksi koreografi maupun memasang tulisan yang berisikan pesan terkait tragedi Malang. Tindakan beberapa suporter yang turut serta membela akan keadilan pada kasus ini patut diapresiasi karena dapat menjadi awalan dalam perdamaian suporter di Indonesia. Seperti yang telah digalakan di Yogyakarta dan Jawa Tengah yaitu antara Brigata Curva Sud, Brajamusti, Pasoepati yang melakukan islah perdamaian.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *