Menggugat Regenerasi Kepemimpinan dalam Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor

Redaksiindonesia.id – Muhammadiyah adalah sebuah organisasi masyarakat yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 dengan dorongan keresahan dirinya melihat situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu yang masih memiliki corak pemikiran yang belum menampilkan rasionalitas atas realitas kehidupan yang terjadi. K.H. Ahmad Dahlan sadar, corak pemikiran seperti itu tumbuh disebabkan masyarakat yang belum mampu mendapatkan pendidikan yang memadai. Sehingga beragam cara pandang sosial yang absurd dan mistis, seolah menjadi trend yang dimaklumi oleh banyak orang.

Oleh sebab itu, dalam langkah awal gerakan Muhammadiyah, Kyai Dahlan menjadikan pendidikan sebagai basis perjuangannya dalam rangka mengoptimalisasi kualitas masyarakat untuk mampu menjalani kehidupan secara lebih rasional dan terdidik sehingga menjadi manusia-manusia yang “tercerahkan”. Dari semangat pencerahan ini, Muhammadiyah mampu pada akhirnya mendirikan lebih dari 160 perguruan tinggi, 23 ribu lembaga PAUD dan TK, lebih dari 300 pondok pesantren, ratusan klinik dan rumah sakit, hingga ribuan lembaga pendidikan dasar dan menengah se-Indonesia.

Berbagai capaian mengagumkan diatas sudah sepatutnya mendapat apresiasi tinggi tidak hanya dari kader internal Muhammadiyah, tapi dari seluruh unsur bangsa Indonesia. Semangat ini menyebar ke seluruh daerah dengan beragam tingkatannya mulai dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah (provinsi), Pimpinan Daerah (kabupaten/kota) hingga Pimpinan Cabang dan Ranting (kecamatan dan desa) Muhammadiyah di seluruh pelosok nusantara, dan tidak terkecuali dengan Pimpinan Muhammadiyah Kabupaten Bogor yang dalam waktu dekat akan menggelar Musyawarah Daerah (Musyda) yang menjadi medium untuk melakukan transformasi gerakan yang salah satunya dengan proses regenerasi kepemimpinan pada struktur kepengurusannya.

Dalam 5 tahun terakhir kepengurusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor, dalam catatan saya selaku kader yang dibesarkan oleh Organisasi Otonom (ortom) Muhammadiyah, saya melihat masih ada kesadaran utuh dalam hal meningkatkan kuantitas kader, salah satunya dengan pendirian beberapa kepengurusan cabang dan ranting yang akan semakin memperkuat basis gerakan di akar rumput.

Namun pertanyaannya adalah, masih seberapa relevan peningkatan jumlah anggota atau kader Muhammadiyah ini terus dilakukan dan berdampak pada peran dan positioning Muhammadiyah terhadap sinergitas mitra gerakan, yaitu Pemerintah Daerah dan masyarakat secara umum? Tentu selain daripada adanya kampus, klinik, atau lembaga filantropi seperti Lazismu yang sampai saat ini masih memberikan peran dan fungsinya untuk melayani masyarakat secara umum.

Namun dalam konteks Kabupaten Bogor yang dalam beberapa bulan terakhir sempat kehilangan pemimpinnya pasca ditetapkannya Bupati menjadi tersangka tindakan pidana korupsi dan telah diputuskan di pengadilan, kurang dan lebihnya mempengaruhi tata kelola pemerintahan kabupaten Bogor yang kehilangan arah.

Bacaan Lainnya
ri

Pimpinan Daerah Muhammadiyah sebagai mitra Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor semestinya mampu memberi peran yang lebih substansial untuk paling tidak memberi gagasan konstruktif untuk ikut ambil bagian dalam “memikirkan” daerahnya. Saya membaca ada semacam indikasi ketandusan gagasan untuk bisa mewarnai pembangunan daerah Kabupaten Bogor yang saat ini terkena bencana politik yang berimplikasi pada banyak hal.

Di sisi yang lain, kepengurusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah pun masih didominasi oleh kelompok di rentang usia 40-60 tahun ke atas. Sehingga wajar ketika ide-ide yang hadir cenderung normatif, kalau belum cukup dikatakan konservatif. Kondisi ini pun menambah catatan bahwa telah terjadi kegagalan regenerasi kepengurusan di tubuh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor. Adapun kelompok muda yang dilibatkan ke dalam kepengurusan hanya dibatasi sampai pada sekretaris majelis dan anggota saja.

Hal lainnya, dalam momentum politik Pemilu 2019 lalu, saya secara pribadi kecewa terhadap nilai ketokohan beberapa oknum pengurus yang bersikap oposisional-destruktif terhadap salah satu atau beberapa peserta pemilu yang sebetulnya sah dan wajar saja. Namun ketika para oknum secara tidak beretika melakukan berbagai bentuk provokasi dan menyebarkan hoax yang berpotensi sangat destruktif dan menciptakan polarisasi yang semakin tajam, dimanakah nilai inklusivitas yang menjadi modal gerakan yang dibawa oleh Kyai Dahlan pada tahap awalnya dan diterima oleh masyarakat banyak?

Berbagai bentuk potensi kerusakan nilai dalam tubuh Muhammadiyah Kabupaten bogor yang dibawa oleh oknum pengurus ini sebetulnya bisa dengan mudah dihentikan. Caranya adalah dengan sosok ketua dan pimpinan yang istiqomah berpegang teguh pada AD/ART persyarikatan Muhammadiyah. Siapapun kader yang mencoba melakukan manipulasi aturan yang sudah pakem, hampir bisa dipastikan mereka memiliki tujuan diluar kesepakatan persyarikatan Muhammadiyah itu sendiri.

Dalam dimensi yang lain, dengan realitas yang siapa saja bisa lihat, bahwa tidak sedikit kader Muhammadiyah yang dengan “ambisius” mencari kehidupan pada amal usaha Muhammadiyah, kurang lebih telah merendahkan semangat Kyai Dahlan untuk mampu berkompetisi menghidupkan Muhammadiyah sebagai persyarikatan, bukan bertarung untuk saling merebut posisi dalam tubuh amal usahanya.

Sehingga dengan melihat kondisi di atas, saya kira perlu ada sosok Ketua dan pimpinan Muhammadiyah yang urusan domestiknya telah “selesai”, sebelum mengkhidmadkan diri sebagai jalan bakti untuk persyarikatan yang pada akhirnya benar-benar memiliki peran sosial yang strategis dengan pihak lain khususnya dengan pemerintah.

Preferensi politik dari setiap kader Muhammadiyah, tidak bisa dijadikan modal permusuhan dengan pihak atau kelompok yang berbeda pilihan politik, lebih-lebih perbedaan politik itu hadir bahkan di dalam internal Muhammadiyah sendiri.

Menuju Musyda Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor ke-14 yang akan dilaksanakan pada bulan Mei 2023 nanti, saya beraharap hadir sosok Ketua dan pimpinan terpilih yang mampu melakukan sinergitas utuh dengan berbagai pihak dalam rangka mengembalikan peran persyarikatan pada maqam-nya, yaitu sosial-kemanusiaan melalui nilai-nilai Islam yang inklusif dan pendidikan yang kritis dalam rangka memberi harmoni dan kesejukkan bagi semua orang – rahmatan lil alamin.

 

Oleh: Rizki Riyanto, M.Pd.

Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Bogor 2015-2017

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *