Deklarasi GMNI Lawan Politik Identitas

JAKARTA, REDAKSI INDONESIA – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Merayakan Dies Natalies 69 Tahun dengan tema “Menjaga Toleransi Merawat NKRI” dan Deklarasi Lawan Politik Identitas, di Perpustakan Nasional, Jakarta (31/3/2023).

Deklarasi dibacakan oleh Ketua DPP GMNI Arjuna Putra Aldino dan didampingi oleh Sekretaris DPP GMNI Muh. Ageng Dendy Setiawan.

Isi Deklarasi GMNI lawan politik identitas “Politik Indonesia akhir-akhir ini rawan akan gelombang populisme dan politik identitas yang berbasis agama dan etnisitas. Gelombang politik identitas ini secara empiris tergambar dalam fenomena Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dimana narasi kontestasi politik dipenuhi dengan sentimen identitas agama yang mengharamkan memilih pemimpin yang bukan berasal dari kalangan islam politik. Bahkan secara ekstrem, narasi kampanye dengan melarang dan menelantarkan jenazah umat muslim yang telah mendukung dan memilih pemimpin yang bukan berasal dari kalangan islam politik itu terjadi di akar rumput”.

Narasi politik identitas adalah cara menghimpun dukungan dengan menggunakan sentimen identitas agama sehingga bisa menarik dukungan pemilih mayoritas. Namun kampanye politik identitas menyebabkan pembelahan ekstrim masyarakat dalam jangka panjang, yang juga bisa berdampak pada perilaku diskriminatif dalam pergaulan berbangsa dan bernegara.

Artinya politik identitas dapat merusak keakraban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan dapat menguatkan pola pikir radikalisme/ekstrimisme yang berujung pada terorisme.

Terorisme lahir dari krisis identitas yang tercipta dari situasi inferiority complex sehingga pelaku tidak bisa berlaku normal. Mereka hidup dalam sistem politik yang dianggap mengkolonisasi diri, sehingga timbul rasa frustasi. Mereka menyalahkan negara sebagai pengendali sistem yang mereka benci, yang dianggap kafir, dan laknat.

Bacaan Lainnya
ri

Pelaku teror berpandangan bahwa aksi terornya merupakan upaya membangun kembali identitas mereka yang tercerabut. Berdasarkan pandangan tersebut, jelas bahwa aksi yang dilakukan oleh para teroris itu dapat dipahami dalam kerangka politik identitas.

Dengan bantuan buzzer, isu-isu politik identitas dibingkai, diamplifikasi serta disebarluaskan melalui berbagai platform media sosial.

Hal ini selain berdampak pada meluasnya pikiran radikalisme/ekstremisme serta tingkat keinginan untuk bersikap toleran terhadap perbedaan sangat rendah, kampanye politik identitas juga berkontribusi mengikis rasionalisme pemilih dimana pemilih lebih mempertimbangkan aspek sentimen/kesamaan primodial agama dibanding kualitas calon dan program kerja yang berdampak kesejahteraan sosial warga negara.

Maka dengan ini, kami GMNI selaku pejuang-pemikir pemikir-pejuang mengambil sikap:

1. Kami Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia menolak segala penggunaan politik identitas yang mengeksploitasi primordialisme dan sentimen SARA dalam kontestasi pemilu 2024.

2. Kami Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia selaku pejuang-pemikir pemikir-pejuang siap dan proaktif melawan di garda depan semua praktek penggunaan politik identitas baik di dunia maya maupun dunia nyata.

3. Kami Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia selaku pejuang-pemikir pemikir-pejuang memilih untuk bergerak menciptakan lapisan pemilih rasional yang mengutamakan keberpihakan politik pada kesejahteraan rakyat kecil dalam konstestasi politik 2024 bukan pada pertimbangan sentimen primordial yang berbasis SARA.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *