Islam dan Keragaman Keindonesian

Rozi, S.Sos., M.A Dosen Agama Islam UBB/Sekretaris Bidang Teritorial MD KAHMI Kota Pangkalpinang.

Redaksi Indonesia – Indonesia adalah negara yang majemuk. Kemajemukan Indonesia ditandai dengan beranekaragamnya keyakinan (agama), suku, etnis, ras, budaya, dan bahasa yang berbeda-beda di setiap daerahnya.

Menariknya, meskipun berbeda akan tetapi penduduknya bisa hidup damai, rukun, dan tenteram di tengah perbedaan itu. Selain dikarenakan masyarakat menjunjung tinggi makna keberagaman.

Terlebih Indonesia memiliki semboyan yang termaktub pada gambar lambang Indonesia, burung Garuda Pancasila yaitu “Bhineka Tunggal Ika” (meskipun berbeda-beda namun tetap satu jua).

Perlu dipahami, di Indonesia memiliki enam agama (Islam, Kristen, Budha, Hindu, Katolik, dan Konghucu). Dari keenam agama tersebut diketahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Meskipun demikian, perlu digarisbawahi bahwa Indonesia bukanlah negara agama, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam.

Lantas yang menjadi pertanyaan, bagaimana respons Islam terhadap keragaman yang ada di Indonesia?

Menjadi salah satu agama di Indonesia, sejatinya Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi keragaman dan sangat menghargai perbedaan. Terlebih menghargai perbedaan merupakan perintah Tuhan Yang Maha Kuasa, agar saling mengenal satu dengan yang lainnya. Sebagaimana termaktub dalam Kitab Al-Qur’an Surah Al-Hujurat, ayat 13, yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptkan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa juga bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal.

Bacaan Lainnya
ri

Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Prof. Quraish Shihab dalam kitabnya “Tafsir Al-Misbah” mengungkapkan, ayat tersebut setidaknya menegaskan bahwa dari sisi kemanusiaan, derajat manusia sama di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Tidaklah berbeda, karena setiap manusia dikeluarkan dari seorang laki-laki (baca: Adam) dan seorang perempuan (baca: Hawa).

Adapun yang membedakannya bukanlah sisi kemanusiaannya, namun yang dapat membedakan seseorang dengan yang lainnya adalah ketakwaannya kepada Yang Maha Pecipta (baca: Allah SWT). Oleh karenanya, untuk menjadi mulia di sisi Allah SWT maka sejatinya berusahalah untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada-Nya.

Selain dari itu, tidak sedikit ayat yang membicarakan tentang makna keberagaman. Bahkan, ada ayat yang mengingatkan kepada manusia tentang menghargai perbedaan dan jangan sesekali mengejek-ejek kelompok lain yang berbeda denganmu. Demikian ditegaskan pada surah Al-Hujurat ayat 11, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman janganlah satu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, boleh jadi mereka lebih baik darimu; dan jangan pula wanita-wanita memperolok wanita-wanita yang lain, boleh jadi mereka lebih baik darimu, dan janganlah kamu mengejek dirimu sendiri dan janganlan kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah kefasikan sesudah iman, dan barang siapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Berangkat dari ayat tersebut setidaknya kita menyadari bahwa Islam mengajarkan kepada penganutnya makna keberagaman dan menghargai perbedaan. Terlihat jelas dari ayat tersebut, jangankan mengajak konflik, mengejek-ejek mereka yang berbeda, bahkan membuat panggilan-panggilan yang tidak sopan terhadap mereka pun sangat tidak dibenarkan.

Oleh karenanya, atas dasar apa kita harus berkonflik? Apakah atas dasar agama? Tentulah jawabannya, bukan. Karena setiap agama mengajarkan kebaikan dan membawa misi dan visi perdamaian. Lantas  apa yang menjadi pemicu terjadi konflik? Bagaimana kita menyikapinya?

Salah satu pemicu terjadinya konflik di tengah perbedaan umat ialah minimnya untuk saling memahami dan menghargai keberagaman itu sendiri, baik agama, budaya, suku, etnis, bahasa, dan lain sebagainya. Sehingga pada akhirnya tidak adanya manusia yang saling menghargai hakikat dan martabat manusia. Hal itu dapat menyebabkan ketidakharmonisan antar sesama.

Namun yang menjadi pertanyaan penting, bagaimana kita menyikapinya supaya keharmonisan itu tetap terjaga?

Hemat saya, untuk menjaga keharmonisan antar sesama yaitu memperkaya khazanah keilmuan dengan memperbanyak literasi keberagaman dan keagamaan, menjalin hubungan atau melakukan kolaborasi dengan mereka agar kita mendapatkan informasi tentang mereka bukan dari yang lain akan tetapi dari mereka sendiri.

Meskipun demikian, melakukan kolaborasi ini bukan berarti diharuskan mencampuradukkan agama, tetap kita dengan keyakinan yang diyakini dan mereka dengan keyakinan yang mereka yakini. Oleh karenanya, kolaborasi ini bertujuan untuk kita saling kenal-mengenal dari satu kaum dengan kaum yang lainnya.

Saya rasa, jika manusia saling mengenal dan memahami perbedaan itu, maka manusia akan saling menghargai, kasih-mengasihi, kemudian terciptalah kedamaian, ketenteraman, dan ketenangan. Semoga Indonesia yang sangat menjunjung tinggi keberagaman, baik agama, suku, ras, etnis, budaya, bahasa, dan lainnya, selalu terjaga dan tetap menjadi model negara (role-model) tentang keberagaman di mata dunia.***

Oleh: Rozi, S.Sos., M.A., Dosen Agama Islam/Prodi Ekonomi FE UBB

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *