RUU EBT, AMPRI Meminta DPR RI Untuk Memperhatikan Kedaulatan Rakyat Indonesia

Redaksi Indonesia – Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat Indonesia melakukan aksi unjuk rasa dengan melakukan penolakan terhadap RUU EBT di depan gedung DPR/MPR- RI Senayan, Jakarta Pusat.(31/01/2023).

“Penolakan Power Wheeling Pada RUU EBT Yang Bertentangan Dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik. Sebagai Badan Usaha Milik Negara, PT. PLN sejatinya hadir untuk hajat hidup orang banyak.”, tegas Safruddin Koordinator Aksi kepada awak media.

Akhir-akhir ini Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) sedang gencar dibicarakan karena sedang menjadi wacana kebangsaan. RUU EBT ini masih terus digodok oleh komisi VII DPR RI, RUU EBT merupakan inisiatif DPR dan telah masuk pada Program Legislasi Nasional.

Safruddin mepaparkan bahwa isu yang menjadi kontroversial pada isi RUU EBT adalah skema power wheeling yang merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik milik PLN, yakni penggunaan jaringan tenaga listrik bersama antara PT. PLN dengan pembangkit swasta (Independent Power Producer/IPP) penghasil listrik energi baru terbarukan.

Lanjutnya, kemudian ini ada upaya melalui RUU ini menghadirkan pihak swasta untuk nebeng pada jaringan listrik yang dimiliki PT.PLN. Lalu apa urgensi penggunaan jaringan PLN oleh pembangkit (power whelling) swasta untuk menghasilkan listrik yang akan dijual kepada konsumen masyarakat?. Tanpa mengeluarkan dana investasi untuk pembangunan insfrastruktur jaringan, maka penggunaan jaringan PLN oleh power whelling sama saja akan merusak BUMN yang dalam jangka panjang akan meningkatkan operasional PLN dan ini akan berdampak pada harga yang tidak terjangkau pada masyarakat sebagai konsumen.

Bacaan Lainnya
ri

Diketahui skema power wheeling sendiri merupakan instrumen dalam implementasi multi buyers-multi sellers atau banyak pembeli banyak penjual dalam sektor ketenagalistrikan. Dengan penerapan power whelling maka swasta dapat langsung menjual listrik kepada konsumen dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi PT. PLN. Power whelling membuka akses jaringan transmisi listrik yang notabene dimiliki Negara untuk diberikan kepada pihak swasta, asing dan aseng.

Mereka dapat langsung menjual listrik kepada konsumen dengan mengurangi jaringan transmisi dan distribusi PLN. Dalam sistem ini, tarif listrik ditentukan oleh mekanisme pasar, dengan kata lain listrik untuk kepentingan umum tidak lagi menjadi sesuatu yang penting dan tidak lagi menjadi sesuatu yang harus dijaga oleh Negara.

Artinya, skema power whelling ini adalah bentuk nyata liberalisasi sektor ketenagalistrikan, Negara tidak lagi memiliki kedaulatan energi. Dampaknya skema power whelling dipastikan akan membuat tarif listrik mahal dan sangat membebani APBN Negara dan rakyat yang dirugikan sekaligus sementara para oknum oligarki bermandikan rupiah.

Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa yang menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Artinya jika merujuk pada UUD 1945, skema power whelling yang ada pada RUU EBT berpotensi merugikan masyarakat banyak dan jelas bertentangan dengan Amanat UUD 1945.

“Kedepan semua akan beralih ke EBT, namun tanpa power whelling pun kami meyakini PT. PLN sebagai BUMN mampu memenuhi dan mempercepat kebutuhan EBT dengan menghadirkan energi hijau yang terjangkau, andal dan berkelanjutan.”, Tutup Safruddin.

Berikut ini pernyataan sikap aksi unjuk rasa oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat Indonesia:

-Meminta DPR dan Pemerintah Republik Indonesia untuk menjaga cabang-cabang produksi penting termasuk produksi ketenagalistrikan untuk tetap dikelola oleh Negara (PT. PLN).

-Meminta DPR dan Pemerintah Republik Indonesia untuk tetap pada pendirian yaitu menghapus Pasal 29A, Pasal 47A dan Pasal 60 Ayat 5 Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT).

-Meminta kepada DPR melalui Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk tetap memperhatikan Kedaulatan Rakyat Indonesia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *