Pemprov DKI akan menerapkan Sistem Pengendalian Lalu Lintas Berbayar, Politisi Nasdem Jakarta Gunawan Setiady ERP bukan solusi kemacetan

Redaksi Indonesia ,- Electronic Road Pricing (ERP) atau Sistem Pengendalian Lalu Lintas Berbayar menjadi kabar awal tahun yang cukup menarik perhatian masyarakat Jakarta, dengan sistem pembayaran bagi pengendara yang akan melewati jalan utama yang berada di Ibu Kota Jakarta.

Kebijakan ERP ini merupakan wacana yang di dorong Pemprov DKI yang dianggap sebagai ide yang mampu mengurangi kemacetan yang selama ini menjadi sentral masalah utama di Jakarta selain juga persoalan banjir, dan rencananya akan diterapkan di 25 titik jalan utama dengan tarif beragam dari mulai 5.000 – 9.000 rupiah.

Selaras dengan ungkapan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syaprin Liputo yang berkeinginan mendorong aturan tersebut dibahas dalam bentuk Peraturan Daerah, “Setelah dirasa penerapan Three In One serta Ganjil Genap tidak efektif untuk mengurangi kemacetan, maka selanjutnya Pengendalian Lalu Lintas secara elektronik akan menjadi alternatif sistem untuk mengurangi kemacetan”. ungkap Syaprin saat membalas kritikan Komisi B terkait wacara tersebut.

Masyarakat yang telah terbebani dengan wajib pajak kendaraan nantinya harus menyiapkan bayaran rutin tambahan apabila akan menggunakan jalan yang telah disahkan menjadi jalan berbayar, dan karenanya beban biaya harian bagi para pekerja yang terbiasa menggunakan jalur tersebut akan sangat terasa, sehingga memunculkan pandangan bahwa kebijakan ERP bukanlah bertujuan untuk mengurangi kemacetan namun dianggap sebagai skema bisnis oleh pemegang kebijakan dalam pemanfaatan fasilitas umum yang seharusnya dinikmati secara gratis oleh masyarakat.

Politisi NasDem Jakarta, Gunawan Setiady mengungkapkan penarapan ERP tidaklah menjadi alternatif ide yang tepat untuk mengurangi masalah kemacetan Jakarta, “Niatnya sudah baik, namun ERP tidaklah menjadi solusi mengakar dalam menjawab masalah kemacetan, justru saya melihat wacana yang digulirkan pemprov bertendensi pada kapitalisasi fasilitas umum yang seharusnya digratiskan seutuhnya, karena jalan yang kita lewati setiap harinya itu dibangun dari hasil pajak yang telah dibayarkan rakyat”, ungkap Gunawan pada keterangan persnya Rabu 18 Januari 2023 di Jakarta.

Persoalan tarifikasi ini bukan menjadi isu baru, sebelumnya Pemprov DKI juga pernah mengeluarkan statmen terkait perubahan tarif angkutan kereta berdasarkan kemampuan ekonomi masyarakat (kaya dan miskin) dan hal tersebut dianggap sebagai kebijakan yang bias keadilan dalam membagi siapa yang dianggap kaya dan siapa masuk golongan miskin.

Bacaan Lainnya
ri

“Pasca pro-kontra tarif kereta terbitlah kebijakan tarif jalan raya yang kita anggap sebagai bagian dari pemanfaatan ruang kebijakan untuk melegalkan pembayaran wajib lainnya (selain pajak) bagi masyarakat yang ingin melewati jalan umum. Kemacetan masih menjadi masalah utama pemerintah Jakarta yang tak pernah tuntas, utak-atik kebijakan lalu lintas telah banyak dilakukan Pemprov DKI termasuk penerapan ganjil genap sesuai skema Pergub Nomor 164 tahun 2016. Namun apakah hal tersebut belum cukup untuk menuntaskan persoalan kemacetan? Terlebih sejak 6 Juni 2022 lalu perluasan jalur ganjil genap dari sebelumnya 13 jalan utama menjadi 25 titik jalan”, tambah Gunawan.

Utak-atik kebijakan yang telah berulang kali dilakukan Pemprov DKI tidaklah menjadi solusi kongkrit penuntasan masalah kemacetan, justru setiap tahunnya semakin menjadi parah dan tidak terkontrol, “Seringkali yang dilihat Pemprov bukan pada akar permasalahan dari kemacetan yang terjadi, kebijakan selalu diperbaharui namun hasilnya tetap tidak ada perubahan yang signifikan, pemahaman atas fungsi kekuasaan seharunya mampu menjawab akar permasalahan bukan melahirkan cabang-cabang masalah baru dari kebijakan yang dibuat”, tutup Gunawan. (Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *