Membangun Masjid, Membangun Peradaban

Rozi, S.Sos., M.A Dosen Agama Islam UBB/Sekretaris Bidang Teritorial MD KAHMI Kota Pangkalpinang.

Redaksi Indonesia – Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terkait jumlah tempat peribadatan terkhusus tempat ibadah umat Muslim, baik di tingkat Kabupaten/Kota tentu jumlahnya sangat fantastis. Saya katakan fantastis mengingat pada tahun 2016 jumlah tempat ibadah umat Muslim cukup banyak yaitu Masjid berjumlah 956 dan Mushola berjumlah 896. Tentu jika dibandingkan dengan tempat peribadatan umat yang lain, dapat dipastikan jumlah tempat ibadah umat Muslim lebih banyak. Akan tetapi demikian itu hal yang wajar, mengingat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mayoritas adalah Muslim. Setidaknya ada 89,99% atau setara dengan 1,31 juta jiwa penduduk yang beragama Islam tercatat pada Juni 2021 (dipublish pada 11 Oktober 2021, oleh Katadata.co.id).

Sejauh ini tepatnya di tahun 2023, saya belum menemukan data ter-update dari BPS terkait jumlah tempat ibadah umat Muslim. Meskipun demikian saya pikir bahwa tempat tersebut tentunya bertambah dan lebih dari data pada tahun 2016 silam. Karena terlihat maraknya masyarakat yang sedang membangun masjid atau mushola. Jika ditelusuri lebih lanjut, mesti jumlahnya meningkat. Meskipun demikian, tulisan ini bukan bermaksud untuk membanding-bandingkan dengan jumlah tempat ibadah yang lain. Akan tetapi tulisan ini hanya sekadar ingin mendiskursuskan terkait relasi tempat ibadah (khusus umat Muslim), seperti masjid atau mushola dengan membangun peradaban.

Masjid dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bangunan yang luas yang bisa menampung banyak orang guna melakukan sembahyang khusus umat Islam. Secara istilah bahasa, masjid berasal dari kata Bahasa Arab _“Sajada-Yasjudu-Sujuudan”_ yang berarti “sujud/sembahyang/peribadatan”, dan kata “Masjid” merupakan bentuk _Al-Ism Al-makan_ yang mana dalam ilmu shorof-nya yaitu kata benda menunjukkan tempat. Dengan demikian kata _“Masjidun”_ berarti “Tempat untuk melakukan sujud/sembahyang/peribadatan” bagi umat Islam.

Maraknya pembangunan masjid satu sisi merupakan suatu kebanggaan, akan tetapi di sisi lain juga timbul pertanyaan? Sudahkah, masjid-masjid tersebut difungsikan untuk membangun peradaban? Atau malah menjadi beban (Maksudnya: masjid hanya sebatas bangunan megah yang tak berfungsi dan berpenghuni)?

Menariknya, semangat manusia untuk membangun masjid hemat saya perlu juga dikaji. Memang benar membangun masjid itu baik. Sebagaimana banyak ditegaskan dalam perkataan yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW, misalkan hadis yang berbunyi: _“Man bana Masjidan lillahi, banallahu lahu Mitsluhu fil Jannati”_ artinya: Barangsiapa membangun Masjid karena Allah SWT, maka Allah SWT akan membangunkan semisal itu di Surga. Selain dari itu, banyak redaksi hadis yang memerintahkannya. Meskipun demikian, tidak dimungkiri pula bahwa tidak semua membangun Masjid itu konotasinya positif, karena ada juga perkataan yang dinisbatkan kepada Nabi terkait membangun masjid merupakan ciri tanda kiamat sudah dekat. Misalnya hadis berikut: _“La taquumus Sa’ah, hatta Yatabahannas fil Masajid”_ artinya: Kiamat tidak akan terjadi hingga manusia bermegah-megahan (berlomba-lomba) dalam membangun masjid. Kemudian yang menjadi pertanyaan penting, sudahkah fenomena tersebut ada di saat ini? Jika pun ada berarti sebentar lagi menjemput kiamat.

Terlepas dari pada itu, sejatinya membangun masjid merupakan hal yang tentunya sangat baik jika sesuai dengan fungsinya. Terlebih demikian itu pula yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu pertamakali membangun masjid di daerah Yatsrib (saat ini dikenal dengan kota Madinah) yang mana masjid tersebut adalah masjid Quba. Tentunya masjid itu dibangun atas dasar ketakwaan kepada Allah SWT. Apakah ada masjid yang dibangun tidak ada dasar ketakwaan? Jawabannya ada. Yaitu masjid yang sengaja dibangun dengan tujuan untuk memecahbelah umat (baca: mukmin). Masjid ini disebut masjid _dhirar_ (yakni: masjid yang mendatangkan kemudaratan bagi mukmin). Lantas, seperti apa masjid yang sebaiknya? Tentu jawabannya adalah masjid yang dibangun atas dasar ketakwaan dan dipergunakan untuk membangun peradaban.

Bacaan Lainnya
ri

Tidak dimungkiri masih ada sebagian dari masyarakat menganggap bahwa masjid digunakan untuk melakukan sholat lima waktu, jum’atan, dan sholat hari Raya. Oleh karenanya, perlu disadari bahwa masjid tidak sesederhana itu fungsinya. Selain masjid digunakan sebagai tempat ibadah yang sifatnya spiritual _(hablun minallah),_ lebih dari itu juga masjid dapat difungsikan sebagai tempat ibadah yang sifatnya sosial _(hablun minannas)._ Prinsipnya, jika suatu masjid terbangun di suatu desa, kecamatan, kabupaten, ataupun kota, kemudian difungsikan dengan sebaik-baiknya, maka suatu wilayah tersebut bisa menjadi daerah yang tenang, tenteram, dan damai, baik dari sisi manusianya maupun wilayahnya. Dengan artian bahwa, masjid itu terbangun bukan serta merta yang dituntut adalah kemegahan bangunannya. Namun lebih dari itu, bagaimana masjid terbangun dan difungsikan untuk membina, membimbing, dan menciptakan manusianya (sumber daya manusianya) agar menjadi manusia yang berkarakter baik dan masyarakat di daerah tersebut sejahtera. Sehingga masjid di daerah tersebut dapat menjadi _role model_ bagi masjid-masjid yang lain untuk menyejahterakan daerahnya.

Hemat penulis, jika umat Islam bersinergi bersama untuk memakmurkan masjid di daerahnya dan difungsikan dengan sebaik-baiknya, mestinya akan berdampak positif bagi masyarakatnya. Mari kita semua bersama-sama memakmurkan masjid dengan melestarikannya. Karena kita dituntut tidak hanya membangun bangunannya, akan tetapi lebih dari itu kita pun harus melestarikannya. Oleh karenanya, membangun masjid adalah membangun peradaban agar lebih baik. Wallahu A’lam.***

*Oleh: Rozi, S.Sos., M.A

Dosen Agama Islam UBB/Sekretaris Bidang Teritorial MD KAHMI Kota Pangkalpinang

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *