Ayah yang Bunuh Anak Kandung di Depok, KPAI: Perlu Ada Lembaga yang Berwenang Masuk ke Ranah Domestik

Jasra
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Dr. Jasra Putra.

JAKARTA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra mengutuk tindakan biadab yang dilakukan oleh ayah kandung yang membunuh anak kandungnya di Depok, Jawa Barat.

Rizky Noviyandi Achmad (31) tega membantai anak, KPC (11) dan istrinya, NI (31), dengan sebilah golok di rumahnya pada Selasa (01/11/2022). Akibatnya, anak perempuannya dinyatakan tewas, sedangkan istrinya mengalami luka-luka yang cukup serius.

Melihat peristiwa tersebut, Jasra Putra mengakui persoalan ini terus berulang dan sulit ditanggulangi lantaran kekerasan dalam keluarga sering dianggap masalah pribadi.

“Kekerasan di ranah privat sangat sulit ketika tidak ada suatu badan atau orang yang ditunjuk, serta memiliki kewenangan masuk ke ranah privat,” ujar Jasra dalam keterangannya, Rabu (02/11/2022).

Saat ini, Jasra menilai wewenang itu terhambat oleh persoalan disiplin profesionalisme dan etika bekerja di ranah privat. Padahal, kata dia, di beberapa negara sudah ada lembaga yang bisa mengintervensi dalam persoalan pribadi seperti ini.

Jasra mencontohkan, di beberapa negara ada petugas yang rutin mengecek kulkas untuk melihat keseimbangan gizi anggota keluarga yang ada. Kemudian, karyawan di sebuah perusahaan di negara tersebut juga dituntut untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai orang tua. Dalam hal ini, perusahaan juga menjamin sosial serta kesejahteraan anggota keluarga.

Bacaan Lainnya
ri

“Memang sejauh apa negara kita bisa memastikan ada undang-undang lex spesialis seperti kekhususan perlakuan anak dan perempuan dengan produk legislasi terkait isu perempuan di keluarga?” tegas Jasra.

Jasra berharap struktur ini bisa hidup dan meminta pemerintah menetapkan strategi nasional penghapusan kekerasan baik bagi perempuan dan anak dengan mendorong 17 kementerian/lembaha yang ada.

“Baik dengan mitra kerjanya di daerah, maupun mengaktifkan masyarakat yang peduli, agar bergerak bersama menghidupkan sistem kebijakan yang telah ada,” ujar Jasra.

Menurut Jasra, tantangannya adalah menentukan siapa saja yang memiliki wewenang sejak dari hulu. Dengan demikian, ketika dihadapkan kasus serupa lembaga tersebut tidak bergerak tiba tiba.

“UU yang ada terkait pengasuhan, harus mulai dipikirkan lex spesialis juga, karena perkembangan pola pengasuhan di era ini,” kata Jasra.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *