RUMAH DEMOKRASI DUKUNG PERPPU UNTUK SINGKRONKAN JADWAL PILPRES, PILEG DAN PILKADA 2024

Rumah Demokrasi

Redaksiindonesia.id – Pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat mengurangi durasi kampanye menjadi 90 hari atau lebih sempit lagi  menjadi 75 hari.

Namun, sepertinya persoalan ini belum tuntas, karena ada beberapa pihak yang belum  sepakat dengan pengurangan durasi itu. Pertemuan DPR, KPU dan Bawaslu besok 7 Juni 2022 juga tak akan lepas dari masalah yang cukup krusial ini.

Rumah Demokrasi mensikapi tentang Jadwal Kampanye Pilpres, Pileg dan Pilkada sebagai berikut:

Durasi kampanye yang lama diduga akan memicu eskalasi konflik masyarakat. Sementara itu durasi yang lebih sempit diharapkan dapat menjadi integrasi bangsa dan efisiensi pembiayaan.

Asumi ini sebenarnya tidaklah tepat. Rumah Demokrasi menganggap durasi masa kampanye tidak berkaitan langsung dengan potensi konflik yang muncul. Setiap bentuk kontestasi politik berpotensi membelah masyarakat.

Ini adalah sesuatu yang given dalam proses demokrasi.  Pembelahan politik tidak serta merta dapat dihilangkan dengan jadwal kampanye yang singkat, sebab akar permasalahannya berbeda. Karenanya,  partisipasi politik personal dalam bentuk kampanye tidak formal harus diberi ruang yang lebih luas dalam bentuk Peraturan KPU.

Bacaan Lainnya
ri

Masyarakat umum dapat berinteraksi tentang keberadaan partai politik baru, para Calegnya dan preferensi calon presiden (Capres) yang diusung. Partai politik lama dan baru dapat mensosialisasikan partai, para Calegnya dan Capresnya di media sosial dengan durasi yang tidak terbatas oleh waktu.

Tidak adanya dampak signifikan antara durasi kampanye dengan hasil Pemilu diungkap oleh Costas Panagoulos (2013) dalam penelitiannya tentang lama masa kampanye pemilihan DPR di Amerika Serikat tahun 1994 dan 2006.

Betul, ada sedikit keuntungan dari petahana karena pemilih akan memilih orang yang dikenalnya, tetapi biaya yang dikeluarkan petahana sangat besar untuk menjaga citra dan keakraban petahana. Keuntungan petahana ini dapat dikalahkan oleh Caleg pendatang baru, tetapi cukup dikenal oleh pemilih yang berasal dari daerah pemilihan itu sendiri. Apalagi kecenderungan umum kampanye dengan pengerahan massa, tentunya tidak berpotensi untuk merubah pandangan pemilih.

Justru eskalasi akan meningkat di kalangan Caleg petahana ketika terjadi kampanye singkat.

Rumah Demokrasi meminta kepada KPU RI untuk membuat definisi yang jelas terkait aktifitas kampanye media sosial.

Keberadaan internet dan media sosial dengan partisipasi politik personal tentunya dapat mendorong prinsif keadilan bagi partai politik baru. Partai politik baru dengan Caleg-Calegnya dapat berkampanye intens di media sosial sejak dini.

Dengan Peraturan KPU yang jelas, maka partisipasi individual di ruang media sosial bukanlah kampanye liar/illegal.

Ruang kebijakan terbuka tentang durasi kampanye tentunya harus mengacu pada Pasal 276 ayat (1) UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan bahwa Kampanye Pemilu dalam bentuk pertemuan terbatas,  pertemuan tatap muka,  penyebaran bahan Kampanye Pemilu kepada umum dan pemasangan alat peraga di tempat umum dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan Daftar Calon Tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD. Kampanye iklan media massa cetak, elektronik, internet dan rapat umum dilakukan selama 21 hari yang diatur dalam Pasal 276 ayat (2) UU Pemilu.

Peraturan KPU RI yang akan dibuat sebagai peraturan teknis harus singkron dengan UU Pemilu tersebut.

Kebijakan untuk mempersingkat masa kampanye tentunya tidak boleh mengabaikan kepastian dari Pemilu. Pemilu itu adalah pasti dalam proses, tetapi tidak pasti dalam hasil.

Pengurangan masa kampanye yang mengerucut menjadi 90 atau 75 hari tentunya harus memberikan kepastian proses pelaksanaan Pemilu 2024, yakni;

1) Terkait Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu yang membutuhkan waktu untuk inkracht. KPU dan Bawaslu dalam posisi juga harus menunggu Putusan Pengadilan Tata usaha negara, yang sangat mungkin menambah jumlah Calon dan mempengaruhi desain surat suara.

2) Terkait percetakan surat suara yang terpusat hanya di beberapa titik. Di saat yang bersamaan antara masa kampanye juga sedang berlangsung pencetakan dan pendistribusian surat suara yang menunggu Putusan Inkracht pengadilan ada atau tidaknya tambahan Calon.

3) Distribusi Surat suara dan formular rekap suara. Pendeknya masa kampanye 90 atau 75 hari harus mempertimbangkan distribusi surat suara dan alat perlengkapan lainnya selama tengat. Jangan sampai terjadi penundaan Pemilu yang disebabkan belum sampainya perangkat tersebut di sejumlah pelosok daerah.

4) Tiga persoalan penting  tersebut harus ada jalan keluar dalam bentuk Contigency Plan. Karena pemilu di negara manapun, penyelenggara harus punya jalan keluar ketika terjadi persoalan. Penyelenggara harus memastikan semua persoalan diatas bisa terselesaikan ketika muncul di permukaan. Dengan adanya jalan keluar, maka keserentakan Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif dan Pilkada dapat meningkatkan efisiensi penyelenggaraan, tetapi tanpa meninggalkan asas kepastian penyelenggaraan Pemilu.

5) Contingency plan pertama dapat melihat bagaimana Mahkamah Konstitusi menyaring perkara Caleg dengan memberikan ambang batas permohonan sengketa hasil dari 0,5% hingga 2% agar dapat diuji dalam perselisihan hasil  pilkada di MK. Otomatis tidak terjadi penumpukan perkara di MK. Dengan durasi kampanye yang singkat maka harus ada kebijakan  Mahkamah Agung (MA) untuk mengurangi penumpukan perkara ketika berkas gugatan Caleg di Pengadilan Tata Usaha Negara / Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara? Tentu saja, jalan keluar ini tidak boleh mengurangi keadilan substansi dari Caleg yang mencai keadilan.
7) Contingency plan kedua adalah terkait dengan mekanisme dan pengadaan logistik Pemilu. Pemerintah dapat mengeluarkan payung hukum dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres) untuk mengsinkronkan mekanisme dan pengadaan logistik. Penyelenggara diharapkan tidak melanggar hukum dengan keberadaan Keppres ini.
8) Contingency plan ketiga adalah dengan membuat Peraturan Pengganti UU (Perppu) untuk revisi terbatas. Perppu ini diharapkan dapat membuat jawal yang tidak bertabrakan satu sama lain antara tahapan Pemilu dan Pilkada. Meskipun demikian Rumah Demokrasi memberikan catatan agar Perppu yang dikeluarkan tidak melebar kepada isu-isu substansi lainnya, tetapi hanya pada tahapan Pemilu serentak 2024 yang dianggap kurang singkron.
9) Perppu dapat mensingkronkan peristiwa Pemilu dan Pilkada. Keduanya ada dalam dua Undang-undang yang berbeda, tetapi tidak dalam satu alur pemikiran yang terhubung dalam keserentakan Pemilu/Pillkada. Pembentuk Undang-undang  Pilkada Nomor  10 tahun 2016 belum punya konsep keserentakan Pemilu. Demikian pula UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu sama sekali mengabaikan potensi keserentakan pilkada di tahun 2024. Diharapkan Perppu dapat menyelesaikan potensi chaos ini.
10) Pembuatan Perppu merupakan pertimbangan hukum dari Mahkamah Konsitusi dalam Putusan MK No 55/PUU-XVII/2019 yang menyatakan bahwa “kemungkinan adanya Pemilu serentak, maka penentuan model yang dipilih menjadi wilayah bagi pembentuk UU untuk memutuskan. Ada sejumlah kriteria untuk membuat UU itu antara lain agar  pembentuk undang-undang memperhitungkan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan model yang tersedia sehingga pelaksanaannya tetap berada dalam batas penalaran yang wajar terutama untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas.”
11) Demikian rilis Rumah Demokrasi terkait durasi masa kampanye. Semoga singkatnya durasi kampanye tetap dapat meningkatkan keadilan Pemilu 2024, amin.

Jakarta, 6 Juni 2022
Salam Demokrasi dari Rumah Demokrasi

Ramdansyah(0818970195)
(Pimpinan Rumah Demokrasi 2008 sd sekarang)
(Mantan Ketua Panwaslu Provinsi DKI 2008/2009 dan 2011/2012)
(Mantan Sekjen Partai Idaman 2015 sd 2018)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *