BAPELE Gelar Diskusi Publik Terkait Penyerataan Peradaban Perempuan Dalam Lingkar Aib dan Nasib

Tual, Maluku – 14 Februari 2022 Komunitas Barisan Literasi Evav (BAPELE) adakan diskusi publik dalam rangka membahas tentang perempuan.

Diskusi publik ini dilakukan dengan mengusung tema besar “Penyetaraan Peradaban” dan sub tema yang menjadi bahan diskusi yaitu “Perempuan dalam Lingkar Aib dan Nasib”.

Sebagaimana perempuan adalah rahim peradaban, eksistensi perempuan dalam penyetaraan peradaban dipertanyakan dalam pembahasan pada diskusi publik ini. Seperti apa kemalangan atau aib yang menimpa perempuan dalam ranah sosial?

Bagaimana nasib atau peran perempuan dalam kemasyarakatan yang semakin mengucilkan perempuan?

Apakah perempuan hanyalah laki-laki yang belum sempurna?

Pemantik pertama; Amy Sayuti yang membahas perempuan dalam ranah sosial, kemudian. Kedua; Darmayanti Renhoran membahas perempuan dalam ranah agama, ketiga; Nurul Hikmah Renfaan membahas perempuan dalam lingkaran aib.

Bacaan Lainnya
ri

Pada sesi pertama, Sayuti menjelaskan bahwa perempuan terkhususnya Muslimah sering diintimidasi cara berpakaian dan pergerakan aktivitasnya dalam ranah sosial. Ia melanjutkan perempuan selalu dibatasi sehingga tidak maksimal dalam mengembangkan pengetahuannya di publik.

“Bagi seorang muslimah, dia harus menerima pemahaman orang; tidak boleh berpakaian seperti ini, kamu hanya cocoknya dalam bidang ini, dia tidak bebas mengeksplor pengetahuannya”, ujarnya.

Darmayanti Renhoran menambahkan untuk menyetarakan satu peradaban dengan peradaban yang lain adalah sesuatu yang mustahil karena setiap peradaban memiliki nilai dan peristiwa yang berbeda-beda. Misalnya, diperadaban dimana masyarakat jahiliyah menganggap perempuan adalah aib dalam keluarganya.

Allah SWT berfirman :
‘dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha suci Allah, sedang mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai yaitu (anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan maka hitam ( merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.’ ( QS. An-Nahl 57-58).

Bangsa jahiliyah bahkan mengubur hidup-hidup anak perempuannya yang baru lahir. Saking hina nilai seorang perempuan bagi mereka. Bahkan pandangan hina itu pun telah menjadi sebuah dasar kepercayaan bagi mereka yang dimana mereka lebih-lebih memandang perempuan sebagai najis ketika sedang menstruasi sehingga wajib dijauhi.

Berbeda lagi, dengan peradaban dimana Islam hadir dan memuliakan wanita, menempatkan perempuan dalam posisi mulia. Sehingga nilai perempuan dan laki-laki sama dimata Allah adalah takwa. Jadi tidak ada superioritas dan inferioritas sesama manusia. Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya adalah mahluk Allah yang sangat dimuliakan berdasarkan akhlak dan kemampuan menjadi hamba takwa.

Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 34 yang artinya:

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) , dan karena mereka (laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya.“
Pun dalam sebuah hadist menyebutkan,
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah isteri yang shalihah.” (HR Muslim dari Abdullah bin Amr).

Masya Allah, dan masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memuliakan perempuan. Maka dengan demikian, sangat mustahil untuk disetarakan. Jelasnya, entah kita hidup dalam peradaban apapun tetaplah menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Didalamnya kita tahu bagaimana sekiranya perempuan itu akan menjadi aib dan bagaimana nantinya perempuan itu akan bernasib baik maupun buruk.

Membahas tentang perempuan dikalangan perempuan adalah keharusan. Karena kemuliaan harus terus dirawat dengan saling menasehati meskipun itu diruang yang paling formal. Waullahualam bishawab.

Saya ditanya, “kok perempuan rela bekerja sebagai ‘tunasusila’ jadi tak ada salahnya dong, kami sebagai laki-laki akhirnya tak tahan dan turut bertamu ke tempat mereka.” Sebenarnya: Dari pikiran itu, saya telah tahu sedang berhadapan perangai seperti apa. Bagaimana bisa, sumber yang bersih mengalirkan sampah-sampah. sebab saya tahu bahwa sumber pengetahuan yang baik akan mampu memfilter apapun yang ada dikepala lalu tinggal lisan membahasakan. Bahkan, menurut saya untuk mengetes saja dalam pertanyaan itu tak boleh. Karena, ‘memuliakan’ adalah menjaga. Saya menjawab: Jika engkau lelaki mulia, maka tentulah anda tidak akan pernah mendekat tempat-tempat prostitusi. Meskipun saudara-saudara saya yang sedang keliru bertahan hidup dengan cara-cara yang keliru. Tetapi jika engkau lelaki yang hina, maka pastilah anda kesitu.

Sebab Nabi Muhammad Saw bersabda: Lelaki mulia adalah lelaki yang memuliakan wanita, sedangkan lelaki yang hina ialah lelaki yang menghinakanya. (HR Muslim). Sekarang tinggal pilih, engkau mau menjadi yang mulia atau yang hina.

Lalu sesi diskusi dilanjutkan lagi oleh pemantik diskusi terakhir Nurul Hikmah Renfaan, yang membahas perempuan dalam lingkaran aib. Perempuan sepertinya manusia yang kerap diasingkan, dianggap berbeda hingga apa-apa tentangnya turut dialienasikan. Merokok hanya boleh untuk laki-laki, perempuan yang merokok adalah aib bagi dirinya.

Label-label buruk bersahabat erat dengan tubuh perempuan apabila sedikit melenceng dari kenormalan perempuan. Dalam pandangan masyarakat umum hanya boleh ini itu barulah dianggap perempuan. Artinya keberadaan perempuan tidak pernah autentik dirinya, seumur hidupnya adalah pikiran manusia-manusia lain yang dijalankan.

Akhirnya diskusi ini ditutup dengan closing statement dari ketiga pemantik bahwa: Kehendak manusia, berfikir positif. Hidup yang teratur dalam peradaban, yang lahir lupa akan hak, yang hak dilupakan, untuk segala sumber aib dan nasib Perempuan, intinya dosa itu dimata manusia, atas pembenaran individu, setiap manusia telah diberikan kemuliaan, hidup itu butuh nasehat dan bimbingan yang lebih tahu, jangan rugi untuk tindakan dan berpikir, mari sadari kekurangan agar menjadi pelengkap, manusia bukan pedoman maka berkiprah pada apa yang harus dipedomani dalam membahas perempuan, satu hari semalam tidak akan habis, lebih banyak cakrawala pengetahuan akan menjawab kesadaran untuk menerima keanehan nyata dalam penyetaraan peradaban. (red/Fajar)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *