Soal Insiden di Desa Wadas, LSPI Sayangkan Framing Negatif Soal Polri

Redaksi Indonesia – Aktivis Lentera Studi Pemuda Indonesia (LSPI), Dinal Gusti menanggapi insiden yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang terkesan menyudutkan institusi Polri. Menurutnya Polri telah menjalankan perannya dengan maksimal sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Berdasarkan informasi yang dipungut dari Kepala Desa Wadas, 429 orang yang tercatat sebagai pemilik lahan—350 orang diantaranya telah memberikan persetujuan untuk membebaskan lahan, dan sisanya masih menolak.

Di ketahui, pembebasan lahan di Desa Wadas diperuntukan untuk mensukseskan Proyek Strategis Nasional (PSN), yaitu Bendungan Bener yang berjarak 10 KM dari Desa Wadas. Bendungan tersebut nantinya akan diperuntukan untuk mengairi lahan sawah seluas 15.069 hektar.

“Kita menilai Polri telah menjalankan fungsinya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Cara-cara humanis dan persuasif sebetulnya telah dibuka oleh Polri jauh sebelum mereka datang ke lokasi. Namun di lapangan kita melihat seolah-olah Polri sedang bergesekan dengan masyarakat. Padahal yang mereka lakukan adalah mengamankan oknum warga yang berupaya mengganggu jalannya proses pengukuran 350 lahan yang difasilitasi oleh Badan Pertanahan Negara (BPN).” Kata Dinal.

Dinal menambahkan bahwa Polri pastinya telah mengkalkukasi langkah-langkah sebelum terjun ke lapangan, termasuk pengerahan 250 personel sebagai pengaman jalannya proses pengukuran lahan—serta mengantisipasi gesekan antar warga yang pro dan kontra.

“Pengerahan 250 personel Polri tentu sebanding dengan kebutuhan serta tingkat resiko yang akan dihadapi. Dalam hal ini pastinya Polri sudah membuat kalkukasi matang sebelum terjun ke lapangan. Jadi, framing Polri melakukan pengepungan terhadap Desa Wadas tentu tak masuk akal. Bukankah mayoritas warga menerima lahannya dibebaskan?”

Bacaan Lainnya
ri

Di tempat berbeda, Deni Wahyudi selaku Sekretaris LSPI menilai penangamanan terhadap sejumlah warga yang diduga mengganggu jalannya proses pengukuran lahan harus didalami kembali.

“Pengamanan terhadap 60an warga oleh Polda Jateng perlu didalami kembali motifnya. Apakah benar mereka adalah bagian dari warga yang menolak atau jangan-jangan mereka adalah oknum yang didatangkan dari luar untuk memprovokasi dan mengganggu proses pengukuran lahan mayoritas warga yang setuju?” ucap Deni.

Masih menurut Deni, pro-kontra terkait kasus Desa Wadas harus dilihat dari kacamata yang objektif, agar terhindar dari framing yang menjurus ke arah-arah yang memecah belah persatuan dan kerukunan antar warga.

“Kita harus melihat pro-kontra terkait kasus di Desa Wadas ini dengan kacamata yang jernih (objektif) guna terhindar dari opini-opini keliru yang potensial memecah belah persatuan dan kerukunan sesama anak bangsa. Isu-isu yang menyebut telah terjadi represivitas aparat terhadap warga harus dilihat lebih kritis. Apa yang dilakukan aparat terhadap warga harus dilihat sebagai bagian dari upaya preventif agar tak terjadi gesekan yang lebih hebat. Pada posisi ini seharusnya kita berikan apresiasi terhadap aparat, dan bukan malah menyudutkan.” Tambah Deni.

Di akhir kesempatan, Deni berharap Polri mampu menjadi jaminan bagi masyarakat di Desa Wadas agar terhindar dari hal-hal yang berujung pada kekerasan, intimidasi ataupun kriminalisasi terhadap warga yang pro maupun kontra.

“Pada posisi ini kita berharap Polda Jateng mampu menggaransi rasa aman dan nyaman masyarakat Wadas agar terhindar dari hal-hal yang berujung pada intimidasi, kekerasan ataupun kriminalisasi. Pro-kontra soal Desa Wadas harus dilihat sebagai suatu hal yang wajar, namun yang tidak diwajarkan adalah upaya-upaya yang menganggu atau menciderai hak orang lain.” Tutup Deni. (Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *