Pelajar Jadi Korban Kekerasan Seksual, PP SEPMI Angkat Bicara

Hamri Nur Saudi, Ketua Pengurus Pusat Serikat Pelajar Muslimin Indonesia (PP SEPMI) Bidang Hukum dan HAM.

Jakarta,- Serikat Pelajar Muslimin Indonesia (SEPMI) yang lahir sejak tahun 1963 kini genap 58 tahun mengawal dan mewarnai kemerdekaan Indonesia. Kali ini SEPMI angkat bicara terkait maraknya kekerasan seksual di Indonesia yang cenderung kalangan anak dan Pelajar menjadi sasaran korban.

“Kekerasan seksual adalah segala kegiatan yang terdiri dari aktivitas seksual yang dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh anak kepada anak lainnya” Ucap Hamri selaku Ketua Bidang Hukum & HAM PP SEPMI.

Beliau menambahkan, “dalam situasi pandemi kian menambah parah masa depan regenerasi bangsa ini, maraknya tindakan pelecehan seksual terjadi di lingkungan anak, pelajar maupun mahasiswa baik secara kekerasan seksual maupun ekspoiltasi perdagangan (prostitusi). Terlebih lagi anak usia yang terbilang masih dini/muda jauh lebih beresiko terdampak ganguan mental, fisik maupun psikis ketika diperhadapkan kekerasan seksual dan hal tersebut tidak boleh dibiarkan”.

Sebelumnya di ketahui bahwa kekerasan seksual telah di atur dalam UU No 35 Tahun 2014, dimana pada Pasal 76C dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak, Dengan sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)”.

Baru baru ini telah terjadi beberapa kasus yang sempat menjadi trending topik Sedikitnya belasan santri perempuan menjadi korban kasus dugaan pelecehan hingha kekerasan seksual yang dilakukan HW, pengampu suatu pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat, sejak 2016 hingga 2021, para santri yang menjadi korban kekerasan seksual rata-rata berusia 13-16 tahun, dengan beberapa di antaranya telah melahirkan bayi. Bahkan, salah satu korban telah melahirkan dua anak. Padahal, merujuk data Komnas Perempuan pada periode 2015 – 2019, kekerasan seksual di lingkungan pesantren di posisi kedua terbanyak setelah universitas.

“Sehingga dengan ini saya meminta kepada KOMNAS Perlindungan Anak dan Perempuan agar secepatnya memberikan penanganan lebih lanjut terkait adik-adik yang telah menjadi korban kekerasan seksual, dan mendesak aparat penegak hukum agar segera proses pelaku dengan sanksi berat berdasar ketentuan perundang-undangan berlaku” Tutupnya.

Bacaan Lainnya
ri

Kontributor : Akbar

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *