Soal Tragedi Kilang Minyak Meledak di Cilacap, Sekjend ICER Nilai PT Pertamina Tak Belajar Dari Sejarah.

Tangki 36 T 102 milik PT Pertamina kembali meledak. Tragedi mengerikan itu terjadi pada hari Sabtu malam, 13 November 2021 di sekitar area PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Dalam sejarah kasus terbakarnya Kilang Minyak milik PT Pertamina, kejadian ini tercatat sebagai kasus ke-17 yang pernah dialami. Dugaan kuatnya adalah : Sambaran Petir.

Sekretaris Jenderal Indonesian Community Energi Research (ICER), El Gusti menilai kejadian ledakan kilang minyak di Cilacap, Jawa Tengah pada Sabtu, 13 November 2021 kemarin, adalah gambaran dari buruknya teknologi yang dimiliki PT Pertamina. Ledakan Kilang Minyak di Cilacap ini adalah yang kedua dalam rentang waktu 5 Bulan, dan yang ke-17 kali dalam sejarah Pertamina.

“Kami sayangkan ledakan yang mengulang ini kembali terjadi di sekitar area PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Dan naasnya, kejadian ini adalah yang kedua dalam rentang waktu 5 Bulan. Bagi kami ini adalah bukti atau gambaran buruknya pemahaman dan teknologi yang dimiliki PT Pertamina. Seharusnya PT Pertamina mau belajar dari sejarah. Toh, ini bukan kali pertama, melainkan kasus ke-17 dalam sejarah Pertamina.” Tegasnya.

Tak hanya buruk soal paham dan teknologi, menurut Den Wahyu, Kepala Bidang Kajian Publik dan Strategi ICER, PT Pertamina dinilai tidak mampu menterjemahkan masukan dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI), yang telah melakukan kajian dengan Ahli Petir dari Institut Teknologi Bandung (IPB) pada bulan Oktober lalu. Kajian bersama tersebut, adalah upaya atau langkah Ombudsman RI untuk melengkapi Laporan Investigasi Inisiatif, atas kasus kebakaran Kilang Minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat.

“PT Pertamina sepertinya abai dengan hasil laporan investigasi yang dibuat oleh Ombudsman RI dan Ahli Petir dari ITB Bandung pada bulan lalu. Semustinya itu menjadi referensi bagi Pertamina untuk mengubah pemahaman dan juga Teknologi yang dimiliki. Karena hal ini sangatlah penting demi menyelamatkan Aset Negara dari hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti menjadi beban atau kerugian Negara di kemudian hari.” Kata Den Wahyu.

Terkait soal buruknya paham dan teknologi PT Pertamina yang musti diperbaharui, Den Wahyu tegaskan bahwa klaim Standar Internasional NFPA b780, API 653, dan API RP 2003 pada teknologi atau sistem Proteksi Petir pada industri minyak dan gas di Indonesia, tak lagi memadai. Hal itu menurutnya harus segera dikoreksi atau disesuaikan dengan kondisi iklim di Indonesia yang tropis.

Bacaan Lainnya
ri

“Berdasarkan keterangan ahli petir dari ITB Bandung, karakteristik petir di negara tropis dan sub-tropis itu sangat berbeda. Petir di negara seperti Indonesia yang tropis ini lebih kuat dibandingkan di negara-negara sub-tropis. Teknologi Proteksi Petir yang diklaim PT Pertamina sudah berstandar Internasional sekalipun faktanya tidak memadai untuk melindungi tangki dari sambaran petir di Indonesia yang Tropis. Untuk itu kami meminta PT Pertamina untuk segera mengevaluasi paham, sistem atau teknologi yang paralel dengan kondisi iklim di indonesia.” Tambah Den Wahyu.

Di akhir kesempatan, Sekjend ICER, El Gusti menegaskan bahwa kejadian yang mengulang soal tragedi kebakaran Kilang Minyak di Indonesia ini harus dijadikan catatan serius bagi semua pihak yang berwenang. Menurutnya Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Thohir memiliki kapasitas untuk segera melakukan evaluasi mendalam terhadap buruknya sistem dan SDM yang dimiliki PT Pertamina.

“Kami meminta garansi kepada pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk segera mengevaluasi kinerja Dirut PT Pertamina, Nicke Widyati. Bagi kami kejadian mengulang ini sulit untuk ditolerir. SDM dan sistem yang dimiliki PT Pertamina harus segera dibenahi. Bila tidak mampu, maka kami mohon kepada Bapak Menteri BUMN, untuk segera cari penggantinya.” Tegas Sekjend ICER, El Gusti.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *