‘Si Polisi Jujur’ Layak Jadi Pahlawan : Jenderal Hoegeng Imam Santoso dan Keteladannya Yang Melegenda.


Oleh : Dinal Gusti, Direktur LSP Indonesia

Seabad Jenderal Hoegeng
Di tahun 2021 ini, mendiang Jenderal Hoegeng genap berusia 100 Tahun. Tercatat sebagai Kapolri ke lima dalam sejarah Korps Bhayangkara, Jenderal Hoegeng dikenal memiliki integritas moral yang kuat, dan profesional dalam bertugas. Sikap tegas, bersih, sederhana, berani dan jujur membuat namanya harum dan melegenda dalam sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dirinya diakui banyak kalangan sebagai figur yang membawa perubahan besar dalam tubuh Kepolisian hingga saat ini.

Hoegeng Imam Santoso nama lengkapnya. Dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 14 Oktober 1921. Hoegeng dibesarkan di sebuah keluarga Ningrat, namun sikapnya sangat rendah hati sejak ia kecil. Hoegeng kecil dikenal pandai bergaul. Bahkan dalam pergaulannya, Hoegeng lebih sering bergaul dengan anak-anak dari lingkungan biasa. Masa-masa kecilnya diwarnai hidup yang sangat sederhana. Dan kesederhanaan itu tetap melekat sampai akhir hayatnya.

Dalam sejarah Polri, Jenderal Hoegeng menjabat sebagai Kapolri dari tahun 1968 s/d 1971. Selama periode itu, Jenderal Hoegeng memiliki sejumlah cerita yang sangat inspiratif. Kini, kisah inspiratif Hoegeng sebagai seorang Kapolri tak hanya menjadi milik Polri itu sendiri. Kisahnya kini telah melampaui banyak generasi dan menjadi inspirasi bagi jutaan anak bangsa untuk terus mempertahankan keluhuran budi pekerti.

Kisah hidup Jenderal Hoegeng adalah sebuah monumen keteladanan. Jenderal Hoegeng pernah berkata : “Menjadi orang penting itu baik. Namun yang lebih penting adalah menjadi orang baik.” Prinsip hidup ini terus menyala dalam diri Hoegeng. Sekalipun telah menjadi orang penting dalam kepolisian, Hoegeng tidak pernah gengsi atau malu untuk turun langsung ke lapangan mengambil tugas polisi yang sedang tidak ada di tempat. Sebagai seorang Polisi, Hoegeng selalu komitmen dengan tugasnya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat.

5 Kisah Inspiratif Jenderal Hoegeng
Dalam soal keberanian, ketegasan, kejujuran dan kesederhanaan, Jenderal Hoegeng tak perlu diragukan. Sebagai sosok yang berintegritas dan profesional, dirinya pernah berkata kepada jajarannya : “Jalankanlah tugas dengan penuh kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam.” Demi menjaga Idealisme, Hoegeng rela hidup pas-pasan. Bahkan dirinya menolak tinggal di rumah dinas yang berada di jalan Patimura, Kebayoran, Jaksel. Dirinya lebih memilih rumah sewaan yang dibayarnya dengan gajinya sebagai Kapolri.

Bacaan Lainnya
ri

Semenjak menjabat sebagai Kapolri, Jenderal Hoegeng selalu membuat para pelaku kejahatan hampir tak bisa berkutik. Namun karena keberaniannya itu, Jenderal Hoegeng harus menerima konsekuensinya, yakni : Diberhentikan dari jabatannya sebagai Kapolri. Di bawah ini, penulis akan paparkan secara singkat 5 kisah yang menginspirasi dari Jenderal Hoegeng Imam Santoso, ‘Si Polisi Jujur’ yang melegenda.

Pertama, Membongkar Bandar Judi di Medan—Hoegeng pada saat itu masih menjabat sebagai Komisaris Polisi (Kompol) di Medan. Di sana dia membongkar praktik suap menyuap yang terjadi di antara Polisi dan Jaksa, yang bersekongkol dengan bandar judi. Hoegeng pada saat itu coba disuap oleh bandar judi dengan barang-barang mewah. Namun Hoegeng dengan berani melemparkan seluruh barang pemberian tersebut ke luar jendela. Bagi Hoegeng, hidup melarat lebih baik daripada harus menerima suap atau, korupsi.

Kedua, Tak Mempan Disuap dan Digoda Perempuan Cantik—Kapolri Jenderal Hoegeng suatu ketika pernah dirayu oleh seorang pengusaha cantik keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat dalam kasus penyelundupan. Perempuan cantik tersebut meminta kepada Hoegeng untuk tidak melanjutkan kasus tersebut, namun ditolak mentah-mentah oleh Hoegeng. Sekalipun ditolak, Perempuan cantik itu tak menyerah. Dirinya terus mengirim barang-barang mewah kepada Hoegeng, tapi hadiah tersebut langsung dikembalikan oleh Hoegeng.

Ketiga, Berani Melawan Siapapun Demi Kebenaran—Hoegeng pernah menangani kasus pemerkosaan seorang penjual telur bernama Sumarijem di Jogja. Dalam kasus tersebut, diduga pelakunya adalah anak dari seorang pejabat dan pahlawan revolusi. Hoegeng sadar bahwa kasus tersebut penuh rekayasa ketika telah sampai di pengadilan. Hoegeng tak menyerah dan berjanji mengusut kasus tersebut sampai tuntas. Pada akhirnya Hoegeng membentuk Tim Khusus bernama ‘Tim Pemeriksa Sum Kuning’ pada Bulan Januari 1971. Namun entah mengapa, Presiden Soeharto pada saat itu meminta tim itu dibubarkan dan kemudian diambil alih oleh Tim Pemeriksa Pusat Kopkamtib. Dan setelah kejadian itu, beberapa bulan setelahnya, Hoegeng diberhentikan sebagai Kapolri pada bulan Oktober 1971.

Keempat, Langsung Turun Lapangan—Jenderal Hoegeng berpendapat, tugas Polisi adalah mengayomi masyarakat. Baik Polisi berpangkat rendah hingga berpangkat tinggi wajib menjadi pengayom. Oleh karena prinsip tersebut, Hoegeng tidak pernah malu untuk terjun ke lapangan, mengambil alih tugas Polisi yang kebetulan tidak ada di tempat, untuk mengatur lalu lintas. Rutinitas ini dilakukannya sebelum sampai ke Mabes Polri, tepat pada pukul 07.00 Pagi.

Kelima, Berani Bongkar Kasus Korupsi di Internal Polri—Pada tahun 1977, Jenderal Hoegeng yang sudah purna, mendapatkan laporan dari seorang perwira menengah bahwa ada dugaan kasus korupsi yang melibatkan sejumlah Perwira Tinggi Polri. Atas laporan tersebut, Hoegeng mengirimkan Memo kepada Kapolri saat itu, Jenderal Widodo Budidarmo. Dalam surat tersebut Hoegeng mengkritik habis-habisan perilaku polisi yang bergaya hidup mewah. Karena tak kunjung ditanggapi, akhirnya Hoegeng membocorkan dugaan tersebut ke media, dan tak lama setelah itu sejumlah nama Perwira Tinggi terseret dan divonis bersalah dalam skandal korupsi senilai Rp. 6 Miliar tersebut.

Mempertimbangkan Jenderal Hoegeng Sebagai Pahlawan Nasional.
10 November identik dengan Hari Pahlawan Nasional. Namun dalam sejarah kepolisian, tercatat baru dua orang Polisi yang menjadi pahlawan nasional. Mereka adalah Komjen Pol (Purn) Moehammad Jasin ‘Bapak Brimob Polri’ dan Kapolri pertama, Jenderal (Purn) Raden Said Soekanto, yang dikenal sebagai peletak struktur dasar, watak, dan falsafah kepolisian. Kedua tokoh besar dalam sejarah kepolisian ini telah menggoreskan tinta emas dalam catatan sejarah bangsa.

Komjen Pol Moehammad Jasin tak hanya dikenal sebagai ‘Bapak Brimob Polri’, tetapi juga ‘Si Penumpas Separatisme’. Diberikan gelar Pahlawan pada tahun 2015, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2015. Lima tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 2020, giliran Jenderal Soekanto, ‘Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia’ yang diberikan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo. Jenderal Soekanto resmi dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 117/II/2020.

Jenderal Hoegeng Imam Santoso telah diusulkan oleh sejumlah kalangan sebagai Pahlawan Nasional. Dari Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo hingga Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk menjadikan Mendiang Hoegeng sebagai Pahlawan Nasional. Alasan di balik usulan tersebut tidak bisa dilepaskan dari kontribusi Jenderal Hoegeng kepada tanah air, khususnya pada aspek keteladanan, dan juga Penegakan Hukum di Indonesia.

Dalam acara bedah buku “100 Tahun Hoegeng”, Kapolri Listyo Sigit Prabowo memandang sosok Hoegeng adalah panutan bagi seluruh insan Polri di Indonesia. Keteguhan prinsipnya bagi Kapolri Listyo tak hanya menginspirasi anggota Polri, melainkan juga masyarakat Indonesia. Di era kepemimpinan Kapolri Listyo, jasa-jasa Hoegeng diabadikan ke dalam sebuah video dokumenter dan memorabilia di Museum Polri. Tujuannya adalah merawat ingatan sekaligus pembelajaran bagi anggota Polri dan juga masyarakat akan nilai-nilai luhur Hoegeng.

Jenderal Hoegeng diakui, digugu dan ditiru banyak orang di Republik ini. Kisahnya abadi dalam memori bangsa. Semangat juangnya dalam merawat NKRI dari ancaman tangan-tangan jahil pejabat dan pengusaha Korup adalah wujud dari integritas dan profesionalitasnya sebagai Polisi yang mengayomi dan melindungi. Bagi Hoegeng, nilai atau keluhuran Budi Pekerti lebih agung dari sekedar posisi atau jabatan.

Bagi penulis—dan juga banyak orang di Republik ini, Kejujuran, keberanian, dan kesederhanaan Jenderal Hoegeng sangat melegenda. Hoegeng adalah teladan bagi seluruh insan Polri dan juga masyarakat Indonesia. Jenderal Hoegeng Imam Santoso layak dipertimbangkan sebagai Pahlawan Nasional setelah Komjen Pol Moehammad Jasin ‘Bapak Brimob’—dan Jenderal Soekanto, Kapolri pertama Indonesia.

Selamat Hari Pahlawan Nasional, 10 November 2021.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *