Presiden Jokowi Diminta Periksa Gubernur Sumut Terkait Petani Ramunia

Foto:_Felix Martuah Purba S.H Ketua Umum Lembaga Advokasi Tani Nusantara_

Redaksijakarta.com-Jakarta| Masalah lahan petani Ramunia merupakan persoalan lama yang sampai hari ini belum selesai tuntas. yang mana konflik dengan masyarakat dimulai pada tahun 1966 dengan masuknya PT Gelorata ke tanah warga Ramunia sampai akhirnya menghibahkan  ±400 hektar kepada Kodam 1/BB untuk dijadikan areal pemukiman 100 KK purnawirawan ABRI.

Namun pada 1 Maret 1993, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan HGU Nomor: 3/HGU/BPN 93 kepada PUSKOPAD seluas ±575 hektar-an sampai 2023 di Desa Ramunia 1, Kecamatan Pantailabu, Kabupaten Deliserdang.

Pada tahun 1997, Puskopad dan para purnawirawan yang bermukim di Ramunia diduga menerima ganti rugi seluas ±400 hektar dari Angkasa Pura untuk pembangunan Bandara Kualanamu Internasional. Artinya bahwa dengan adanya proses ganti rugi maka Tanah PUSKOPAD sudah tidak ada lagi di Perkebunan Ramunia.

Namun sampai saat ini permasalahan tersebut belum juga terselesaikan sehinnga membuat masyarakat di kriminalisasi dan diskriminasi terhadap masyarakat Ramunia sehingga sulit beraktifitas untuk memenuhi kehidupan sehari – hari.

Seperti kita ketahui sebelumnya Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk tidak ragu mengusut tuntas kasus mafia tanah di seluruh Indonesia dengan membentuk tim terpadu bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN), upaya ini sejalan dengan intruksi dari Presiden Joko Widodo yang fokus untuk memberantas mafia tanah di Indonesia.

Bacaan Lainnya
ri

Maka dari itu kami berharap Bapak Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo menyelesaikan konflik tanah desa Ramunia dengan memeriksa Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi terkait perkara masyarakat Ramunia dengan aparat TNI di desa Ramunia.

Dikarenakan pada Januari 2015, Puskopad/Puskopkar mengeluarkan surat edaran kepada seluruh warga Desa Perkebunan Ramunia untuk segera mendaftarkan diri agar menerima uang ganti rugi sampai batas waktu 14 Februari 2015 yang saat itu Gubernur Edy Rahmayadi menjadi Pangdam I Bukit Barisan.

Kami juga meminta Kementerian ATR/BPN dan KPK melakukan kajian tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan di ATR dan BPN misalnya HGU (Hak Guna Usaha) termasuk peningkatan hal-hal yang berhubungan dengan pengurusan sertifikat orang per orang yang berhubungan pencatatan kekayaan negara yang dikelola oleh kementerian APR.

Jakarta,Minggu 13 Juni 2021

Felix Martuah Purba S.H

Ketua Umum Lembaga Advokasi Tani Nusantara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *