Penambangan Pasir di Merapi Sejak Tahun 80’an Dapat Kritik Tajam Dari Relawan KURMA

Magelang, – Penambangan pasir di wilayah kabupaten Magelang, Jawa Tengah yang berlangsung sejak tahun 80’an sampai sekarang menyisakan tanah yang tandus, dan kering. Yang tadinya hutan belantara dengan hutan Pinus yang rindang dan teduh.

Kini hanya tinggal kenangan dan pemandangan gunung dengan tanaman hutan Pinus yang sejuk dan indah kini telah lama lenyap, ketika tanah yang tadinya subur dikeruk, diperkosa diambil paksa pasirnya dengan membabi buta, dan pada saat pasirnya sudah habis, lokasi itu dibiarkan merana menangis bersama alam sekitarnya yang juga membisu.

Kenyataan ketidakadilan atas perlakuan alam inilah yang membuat sekelompok orang yang tergabung dalam ECO GREEN COMMUNITY geram.

“Bagaimana tidak geram, melihat kenyataan yang terjadi di lapangan betul betul sangat memperihatinkan,” kata Mbah Roso, penggiat lingkungan Magelang.

Pernyataan Mbah Roso terkuak dalam pertemuan antara pihak penambang yang diwakili oleh BW (35th) dan 2 perwakilan ECO Green COMMUNITY, masing masing Mbah Roso (45) dan Ghufron (40). Di rest area Kaliputih, Salam, Sabtu (20-3/21) yang dimediasi oleh Gus Faisol (42) pengasuh ponpes randukuning, Muntilan.

Lebih jauh Mbah Roso juga menyampaikan kalau penambangan pasir di sekitar merapi harus ditata dengan baik.

Bacaan Lainnya
ri

Kalau tidak tertata dengan rapi yang terjadi bukan saja kerusakan lingkungan dan ekosistem alam dan pedesaan yang carut marut, semakin menipisnya persediaan debit air di masyarakat sekitarnya (hilangnya resapan air) di samping pola dan gaya hidup pedesaan yang pasti berubah.

Keprihatinan akan hilangnya nilai nilai budaya lokal dan karakter genius lokal yang tergerus oleh faktor ekonomi kapitalis yang kini menjadi trend baru di pedesaan pedesaan wilayah terdampak penambangan pasir itu.

“Saya juga meyakini bahwa di saat pandemi seperti ini ribuan orang menggantungkan hidupnya atas kekayaan alam Merapi. Tetapi tolong, kalian mengambil kekayaan alam Merapi, tapi juga saya meminta, kalian juga harus memberikan atas sesuatu yang kalian ambil dari hasil Merapi.”

Apa itu yang harus diberikan dari hasil Merapi, adalah cost sosial, budaya, ekonomi, maupun biaya keagamaan bagi masyarakat sekitarnya. Kata Mbah Roso yang pada pilpres 2019 kemarin menjadi timses Jokowi Makruf dengan mendirikan relawan Kurma.

Memang Mbah Roso tidak berbicara tentang penghentian penambangan, atau kembalikan alam Merapi seperti semula, atau program penghijauan lain utk pasca penambangan.

Mbah Roso sadar, bahwa penambangan pasir Merapi tentu melibatkan tangan tangan kokoh dan banyak pihak yang terkait di dalamnya.

Makanya, untuk mengurangi resiko kehancuran atas penambangan, baik kehancuran penambang, atau alam yang ditambang, Mbah Roso mengambil jalan tengah, ‘kembalikan sebagian dari hasil Merapi ke masyarakat, kalau tidak ingin bernasib sama dengan penambang penambang sebelumnya, yaitu kebangkrutan total dalam kehidupannya, bahkan sampai ke babon babonnya juga akan hilang.” imbau Mbah Roso dalam pertemuan itu. (Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *