Miftakhudin Tauhidy: Kader GPII Se Indonesia akan mengawal langkah Hukum yang ditempuh PP GPII

Seminggu terakhir ini hampir di seluruh daerah di Indonesia terjadi aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja (Omnibus Law), tak terkecuali di ibukota Jakarta. Eskalasi gerakan massa aksi semakin meningkat bahkan sering berakhir ricuh. Kondisi ini diperparah oleh sikap oknum aparat yang represif menangani massa aksi, perilaku yang tidak manusiawi itu kita saksikan dari video dan foto yang beredar viral di masyarakat, hingga banyak korban luka dan korban salah tangkap.

Hari ini, Selasa 13 Oktober 2020 di Jakarta, kita kembali menyaksikan sikap brutal oknum aparat dalam mengamankan demonstrasi, karena menggunakan kekerasan dan tak ragu merusak fasilitas masyarakat, bahkan hal ini langsung dialami sendiri oleh kader-kader Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) di Jakarta, dengan dalih mengamankan peserta aksi, kantor Pimpinan Pusat GPII di Menteng Raya No. 58 dibombardir gas air mata dan sejumlah fasilitas dirusak, enam kader GPII dan 10 kader PII (Pelajar Islam Indonesia) yang sedang berada di lokasi ditangkap tanpa penjelasan.

Penyerangan ini dipicu aksi ricuh demonstrasi yang terjadi di sekitar Menteng Raya, diduga pihak aparat melakukan pengejaran kepada peserta aksi yang ikut mengamankan diri di kantor PP GPII. Namun di luar dugaan, kantor pun jadi target tembakan gas air mata dan perusakan oleh oknum aparat, ditemukan simbahan darah di lantai kantor, kaca-kaca jendela pecah dan pintu yang rusak.

Menyikapi hal ini, Miftakhudin Tauhidy dari Gerakan Pemuda Islam Indonesia Pimpinan Wilayah Jakarta Raya mengutuk keras segala bentuk sikap represif oknum aparat dalam tragedi penyerangan kantor PP GPII dan Mendesak pihak kepolisian untuk segera membebaskan kader GPII dan PII yang ditangkap serta mengajak seluruh kader GPII seluruh Indonesia untuk ikut mengecam dan menuntut keadilan, menempuh jalur hukum dan melaporkan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Komnas HAM.

Miftah panggilan akrabnya menyesalkan tindakan represif semacam ini terus berulang dan terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Mestinya aparat keamanan bisa bersikap proporsional dalam menertibkan aksi demonstrasi, karena kebebasan menyatakan pendapat dan menyampaikan aspirasi itu dilindungi undang-undang. Maka sepantasnya pihak kepolisian bersikap persuasif, jangan sampai ingin menegakan Undang dengan melanggar Undang undang karena sudah jelas dalam Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (“Protap Dalmas”).

Aturan yang lazim disebut Protap itu tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif. Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa. Protap juga jelas-jelas melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur. Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.

Bacaan Lainnya
ri

POLRI juga semestinya mengantisipasi sedini mungkin jika ada kelompok yang diduga akan melakukan provokasi dan membuat ricuh, hal tersebut bisa dilakukan dengan memaksimalkan peran Badan Intelijen Negara (BIN) Republik Indonesia.

GPII se Indonesia akan ikut mengawal proses hukum yang akan ditempuh PP GPII, karena negara ini adalah negara hukum, maka hukum harus ditegakkan. Rasa kemanusiaan mesti dijunjung tinggi, sesuai dengan bunyi sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang, semua pihak wajib menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan melawan hukum.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *