IEW ( Indonesia Energy Watch ) Desak KPK Segera Ambil Alih Dugaan Korupsi FSRU Di PGN

Jakarta-Sejumlah orang yang menamakan dirinya Indonesia Energy Watch (IEW) menggelar aksi demonstrasi di Four Sessions Hotel Jakarta, Jumat (30/8/2019). Masa mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus dugaan korupsi Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) senilai US$ 400 juta dari Kejaksaan Agung RI. Selain itu IEW menolak pembentukan Holding Migas (PGN & Pertamina Gas) Karena di anggap membahayakan kedaulatan energi nasional.

Ismail Koordinator aksi IEW mengatakan, kejaksaan Agung RI secara diam – diam telah menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan terminal FSRU. Penyimpangan dana proyek pengadaan terminal FSRU yang kegiatannya berlangsung hingga tahun 2014. Setelah itu PT Perusahaan Gas Negara (PGN) mulai menjual gas untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik Muara Tawar di Bekasi, namun kontrak jual-beli gasnya terhenti Januari 2016. Terhentinya kontrak jual beli tersebut membuat operasional fasilitas FSRU mangkrak. 

“Meski Mangkrak, PGN terus membayar biaya operasional fasilitas sehingga diduga merugikan negara sebesar US$ 250 juta (Rp 3,24 triliun). Kontrak jual-beli gas dengan harga US$ 18 per MMBtu tersebut tidak dilanjutkan sejak Januari tahun 2016. Sejak kerjasama usai, PGN terus membayar biaya sewa dan operasional FSRU. Selain kerugian pembayaran biaya sewa dan operasional FSRU” , sebut Ismail.

Menurut Ismail, Investasi menara sandar kapal senilai US$ 100juta pada FSRU terlalu tinggi harganya. Kemudian, pembangunan jaringan pipa lepas pantai sepanjang 30 hingga 50 kilometer dari FSRU Lampung ke jaringan transmisi Sumatera Selatan-Jawa Barat, dan fasilitas penjualan pendukung lainnya sebesar US$ 150 juta, dianggap terlalu mahal harganya.

Penyidikannya sejak awal tahun 2016 oleh Kejaksaan Agung, bahkan Dirut PT PGN saat itu, Hendi Prio Santoso yang saat ini menjabat Dirut PT Semen Indonesia sempat di cekal oleh Kejaksaan Agung selama enam bulan, namun sampai saat ini penyidikannya tidak pernah di publikasi kepada publik.

“Penghentian perkara oleh Kejaksaan Agung perlu mendapat perhatian serius karena dugaan korupsi yang sangat besar. Untuk itu perkara ini harus di ambil alih penyelidikannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar aroma korupsi triliunan rupiah anggaran negara”, tegas Ismail.

Bacaan Lainnya
ri

Selain itu kata dia, persoalan lainnya adalah pembentukan holding BUMN Migas antara PT PGN dengan Pertamina Gas (Pertagas). Akuisisi perusahaan yang dimiliki negara kepada perusahaan publik (PGN) yang sebagian sahamnya dimiliki asing dan publik sebesar 43 persen merupakan ancaman kepada kedaulatan energi.

“Kami menolak Pembentukan Holding Migas (PGN & Pertagas) karena membahayakan kedaulatan energi nasional serta mendesak KPK mengambil alih kasus dugaan korupsi FSRU Lampung senilai US$ 400 juta dari Kejaksaan Agung”, pungkas Ismail.

Seperti di ketahui PT PGN Tbk menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, Jumat petang (30/8/2019) terdapat perombakan direksi dan komisaris di perusahaan gas, yang kini jadi subholding gas.

Perombakan direksi dan komisaris ini dilakukan atas permintaan PT Pertamina (Persero) selaku pemegang saham dwi warna. Permintaan ini diajukan lewat surat yang diserahkan oleh Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Heru Setiawan. Dalam RUPS ini direktur Utama PGN tetap di pegang Gigih Prakoso. ****

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *