PB SEMMI : Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Korban Pesta Demokrasi

Jakarta-Dalam rangka menyikapi kondisi bangsa dan negara sekarang ini, Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) Bidang Hukum Dan HAM menggelar Sarasehan Kemanunisaan dengan tema ‘Pesta Demokrasi : Korban Berjatuhan, Salah Siapa dan Dimana Negara?’ di Rumah Kebangsaan HOS Tjokroaminoto, Jalan Taman Amir Hamzah Nomor 2, Pengangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/5).

“Keadaan negara menjadi genting sebagai akibat dari Instabilitas politik yang terjadi sekarang ini. Ketika seni diplomasi yang tak lagi digunakan, kebencian dan kekerasan merupakan komponen-komponen utama perilaku politik ketika frustasi yang menggunung memancing kekacauan/kerusuhan,” ujar Fifi Indaryani selaku Ketua Bidang Hukum dan HAM PB SEMMI.

Fifi menambahkan saat ini lebih mudah mencaci maki, mengarahkan kemarahan dan kebencian kepada anggota-anggota ras lain, agama lain, kelompok lain, ideology lain, memanipulasi pihak-pihak terkait untuk merampas, membakar dan membunuh.

“Kira-kira secara ringkas seperti itulah keadaan bangsa kita saat ini, dimulai semenjak awal kontestasi politik di selenggarakan sampai pasca kontestasi politik. Saling lapor melapor, saling serang menyerang, kedewesaan para elit hanyalah wacana belaka akibatnya rakyat yang celaka,” tegasnya.

Ia melanjutkan jika sekarang begitu banyak coretan hitam pada pesta demokrasi kali ini, namun yang lebih parahnya kemanusiaan seperti tak punya makna. “Korban berjatuhan, banyaknya KPPS yang meninggal dan baru-baru ini terjadi kerusuhan pasca pemilu yang juga menelan korban jiwa, belum lagi pemutusan system komunikasi yang membungkam,” tambahnya.

Menurut Fifi, kondisi sekarang yakni bergejolak dibungkam, diam pun di bungkam. “Ketika berbicara berujung penjara, lalu dimana lagi tempat kita akan bersuara? jika terjadi demikian lalu siapa yang patut disalahkan, siapa yang mesti bertanggung jawab, apakah negara dalam keadaan baik-baik saja?,” tanyanya.

Bacaan Lainnya
ri

Kondisi sekarang, ujar Fifi, adalah banyaknya korban jiwa yang berjatuhan sebagai akibat dari peristiwa tersebut, berbagai pihak saling menyalahkan, saling melempar tanggungjawab.

“Pengingkaran dan pelecehan (disregard and contempt) terhadap hak asasi manusia telah menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan biadab yang telah menimbulkan kemarahan kesadaran umat manusia,” tuturnya.

Konstitusi negara, lanjut Fifi, menjamin hak-hak warga negaranya (Pasal 28 A sampai Pasal 28 J UUDNRI 1945). Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan piagam PBB. Maka dengan itu negara kita telah meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UU nomor 39 tahun 1999), International Covenant On Civil and Political Right (UU nomor 12 tahun 2005) konsekuensi logis dari adanya ratifikasi tersebut adalah negara wajib menjamin hak-hak warga negaranya dan melindungi warga negaranya.

Melihat kondisi diatas, disaat supremasi hukum dan kemanusiaan masih menjadi pekerjaan rumah terberat di negeri ini. Oleh karena itu, Fifi mengatakan bahwa Bidang Hukum dan HAM PB SEMMI telah melaksanakan diskusi mengenai hal ini dan menghasilkan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

  1. Mengucapkan belasungkawa kepada seluruh warga negara Indonesia yang menjadi korban tragedi Mei (21-22) berdarah dan sangat menyayangkan peristiwa tersebut terjadi.
  2. Meminta seluruh komponen elit dan partai politik untuk menempuh langkah-langkah konstitusional dalam hal perkara demokrasi.
  3. Meminta Pemerintahan 2014-2019 untuk mengucapkan belasungkawa terhadap korban kerusuhan 21-22 Mei 2019, sebagai wujud dari aplikasi UUDNRI 1945 dan Pancasila tentang kemanusiaan yang mengatur keselamatan warga negara Indonesia, kesejahteraan dan kedamaian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  4. Mengajak agar seluruh elit dan partai politik dan masyarakat untuk tidak menyebarkan berita-berita hoax dan provokasi yang mengakibatkan Kegaduhan/kerusuhan sosial.
  5. Pemerintah harus bertanggungawab atas pelanggaran HAM dalam hal ini putusnya komunikasi dan bisnis online masyarakat Indonesia melalui (media social) dan jatuhnya korban selama proses pesta demokrasi berlangsung.
  6. Mendukung agar TNI & POLRI Menjaga stabilitas, kondusifitas dan keamanan negara.
  7. Meminta agar Komnas HAM membentuk tim pencari fakta dalam mengusut pelanggaran HAM selama proses pesta demokrasi.
  8. Mendesak DPR RI untuk segera membentuk panitia khusus untuk mengungkap dan menindaklanjuti pelanggaran HAM yang terjadi selama proses pemilu 2019 berlangsung.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *